TEMPO Interaktif, “Susah enggak musiknya?” Riza Arshad, sang pianis Trioscapes, melontarkan pertanyaan itu kepada sekitar 100 penonton di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta, pada Sabtu lalu. Malam itu, Riza tampil bersama Yance Manusama (bas) dan Aksan Sjuman (drum). Selang tiga lagu, Riza kembali bertanya, “Enak enggak sih musiknya?” Sebuah pertanyaan yang tak dijawab penonton.
Bukan tak percaya diri. Tapi warna subtle funk yang mereka tampilkan termasuk jarang dimainkan di negeri ini. Bahkan di luar negeri pun, menurut Riza, kondisinya sama saja. Jika kuping tak bisa menikmati, pastilah menjadi gelisah dan ingin pertunjukan cepat selesai. Toh, sepuluh lagu dengan total durasi 1 jam 45 menit dimainkan tanpa satu pun penonton keluar dari ruang pertunjukan.
Riza membuka pertunjukan dengan permainan solo singkat. Sejak awal, ia menggiring penonton pada nada-nada singkat nan miring—yang akan diulanginya sepanjang pertunjukan. Suara unik piano elektro-mekanik Rhodes lalu disambut tabuhan drum Aksan dan petikan bas Yance. Mereka memulai lagu The Three dengan sederhana.
Berikutnya, kerumitan permainan dihadirkan ketiganya. Permainan drum berubah menjadi lebih cepat dan makin keras. Riza pun banyak memainkan nada tinggi, yang dengan cepat merendah. Adapun Yance cenderung tetap mengawal permainan Riza sehingga menjadi lebih hidup. Permainan cepat bisa berubah menjadi lebih tenang dalam tempo singkat. Awal yang baik untuk mengenalkan subtle funk, meski belum mampu menghangatkan penonton.
Sebenarnya semua lagu yang dibawakan berasal dari dua album Trioscapes, yang dirilis pada 2003 dan 2008. Tapi, untuk mereka yang belum pernah mendengarnya, lagu yang dibawakan sangat mungkin terkesan aneh dan membingungkan. Riza pun mengakui permainan Trioscapes termasuk berat. “Apalagi untuk mereka yang terbiasa dengan musik industri,” katanya.
Trioscapes memasukkan unsur musik lain dalam permainannya. Misalnya unsur funk dalam Playtime dan Burb Herb. Adapun jazz rock masuk dalam Forever Will Be. Lalu unsur country terdengar dalam Distant Folks. Mungkin ini pulalah yang menyebabkan lagu menjadi rumit.
Butuh dua-tiga lagu untuk beradaptasi dengan gaya permainan mereka (sekali lagi, hanya untuk mereka yang baru mendengar jazz semacam ini). Lama-lama musik Trioscapes menjadi lebih mudah dinikmati. Lagu ketiga, Beyond Doubtness, membawa permainan cepat. Aksan menghajar simbal, snare, dan tom-tom seperti kilat. Keras, cepat, sekaligus nikmat didengar.
Permainan tenang-menghanyutkan juga ditampilkan Trioscapes malam itu. Distant Folks dibawakan dengan manis. Petikan bas Yamaha fretless berkotak resonansi menghadirkan suasana akustik yang dipadu dengan ketukan cepat pada simbal. Begitu juga dengan Knowing Me, yang menghadirkan melodi santai dengan iringan drum lirih tapi sedikit cepat. Duet piano-drum nan padu dari Riza-Aksan.
Penonton pun dibawa dalam suasana sendu lewat Forever Will Be. Permainan yang sangat lembut ditunjukkan trio ini. Penonton yang mampu masuk ke lagu itu pasti memahami alasan Riza menyebutnya sebagai lagu yang “sedih banget”. Terakhir, Play Time menjadi penutup yang meriah. Ending yang sebenarnya lebih cocok dimainkan di awal untuk memanaskan penonton.
Sayang, permainan solo nyaris tak terlihat dalam pertunjukan ini. Belum lagi tata suara yang sedikit mengganggu. Tiga alat musik yang dimainkan bersama dalam jarak tiga meter mengakibatkan snare bunyi sendiri tanpa perlu disentuh Aksan. Berulang kali Aksan memberi kode ke ruang pengatur suara karena volume piano terlalu kencang. Tata panggung dan lampu juga sangat sederhana dan kurang mampu mempersempit panggung besar untuk permainan trio.
Yang pasti, sangat asyik melihat ketiganya bermain. Kaya teknik, menciptakan penggabungan permainan individu yang menarik, dan saling melengkapi. Meski masih terasa sedikit kekurangan yang, menurut Riza, disebabkan oleh jarangnya mereka tampil, kualitas permainan ketiganya layak diacungi jempol.
Riza mungkin tak mendapat jawaban dari penonton atas pertanyaannya. Tapi tiga personel Trioscapes tentu tahu jawabannya. “Saya memainkan musik yang saya suka,” kata Aksan.
l PRAMONO