TEMPO Interaktif, Jakarta -Sembilan tahun sudah Wethandrie Ramadhan berkarier sebagai penyiar radio. Karier yang cukup panjang itu diakuinya berkat ajaran sang ibunda, Fauziah. Ibunya kerap menjadi pembawa acara pada kegiatan Persatuan Istri Anggota TNI Angkatan Udara Ardhya Garini. "Saya diajari membuat susunan acara," katanya saat ditemui di kantornya di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu.
Iwet, begitu lajang berusia 29 tahun ini akrab disapa, mulai terobsesi menjadi penyiar radio. Saat kelas III SMA, Iwet melamar ke radio Prambors Jakarta. Tapi dia belum beruntung. Obsesinya baru terwujud saat kuliah di Bandung, Jawa Barat. Iwet diterima sebagai penyiar di radio OZ Bandung.
Jadwal siarannya mulai pukul 12 malam hingga 2 pagi. Upahnya yang hanya Rp 3.500 per jam membuat Iwet mulai mencari tempat kerja baru. "Saya butuh tambahan uang saku," katanya. Setelah enam bulan, ia melamar ke radio Hard Rock FM, yang baru berdiri di Bandung. Iwet diterima tapi harus menjalani pelatihan 3-4 bulan.
Setelah 6 bulan bekerja, dia mendapat teguran dari manajemen. "Suara saya dinilai cempreng," ujarnya. Satu bulan Iwet tidak siaran. Dia diminta berlatih agar suaranya lebih lembut dan bulat. Selama menjalani latihan, Iwet waswas. "Kalau gagal, bisa dipecat," ujarnya.
Kekhawatiran Iwet tak terbukti. Lantaran penyiar pada siaran utama pagi hari di radio itu mengundurkan diri, Iwet diminta menggantikannya. Iwet tak menampik. Penghasilan Iwet membaik. Upah siarannya paling sedikit Rp 25 ribu per jam. Dia mulai berani hidup tanpa dibantu orang tuanya. "Agar saya tidak dipaksa cepat lulus kuliah," katanya berdalih.
Ayah Iwet, Kolonel Sujudiman Saleh, melarang anak bungsunya itu menjadi penyiar karena akan mengganggu kuliah. Iwet dan ayahnya juga tidak sependapat soal pilihan kuliah. Iwet ingin kuliah jurusan desain grafis, sedangkan ayahnya lebih suka arsitektur.
Pilihan akhirnya jatuh pada Arsitektur Universitas Parahyangan. "Tesnya hanya menggambar, bukan matematika dan IPA," katanya. Iwet memang kurang menyukai pelajaran itu, meski masuk di sekolah favorit, SMA 8 Jakarta, yang jago dalam pelajaran eksakta. "Ngejar anak-anak pintar itu capek. Mereka pintar banget, sedangkan saya pintarnya harus belajar," ujarnya.
Iwet bekerja keras menggapai ambisi sebagai penyiar sekaligus menyenangkan orang tuanya: segera lulus. Pagi siaran, siang kuliah, sore siaran lagi, dan malam mengerjakan tugas kuliah. Rutinitas Iwet berlangsung hampir 30 bulan. Dia berhasil merampungkan kuliahnya dalam lima tahun. "Pas sesuai target."
Lulus kuliah, Iwet kembali ke Jakarta. Keinginannya tetap menjadi penyiar radio. Tapi belum ada tawaran. Agar kantongnya tak kering, Iwet bekerja apa saja, mulai dari account executive hingga agen promosi sebuah mal. Tak sampai setahun, tawaran menjadi penyiar datang juga.
Kali ini dari radio Hard Rock FM Jakarta. Iwet diminta menggantikan Indra Herlambang. "Saya menjadi penyiar pengganti lagi," ujarnya. Iwet tak minder. Dia menjalani program yang mengudara pada sore hari itu hingga tahun lalu. "Kemampuan saya benar-benar terasah," ujarnya.
emampuannya membawakan acara mulai dilirik industri televisi. Lagi-lagi dia diminta menggantikan penyiar yang mengundurkan diri pada acara gosip di stasiun Indosiar. Iwet tak melewatkannya. Tapi hatinya mulai terusik tatkala sepupunya, Ariel, vokalis Peterpan, diterpa gosip buruk sehingga jadi kejaran.
Lama-lama Iwet sadar, ia tidak cocok menjadi pembawa acara gosip. Hatinya kerap berontak jika harus berkomentar pedas seputar urusan pribadi selebritas. "Ada perasaan bersalah," ujarnya. Tapi obsesi untuk populer membuat Iwet memilih bertahan. Dia mencoba mengganti komentarnya dengan gaya lawakan.
Namun gaya itu rupanya membuat Iwet kurang diminati produser. "Produser selalu minta kita memberi komentar nyinyir," katanya. Belakangan, Iwet merasa tawaran tampil di televisi mulai berkurang. "Saya tidak sukses di televisi," ujarnya.
Iwet tak menyesal. Dia menghibur diri dengan mencari hikmah pada petualangannya di televisi. "Saya berlatih ekspresi muka dan gerakan," katanya. Hal lain yang didapatkan Iwet adalah belajar bertandem dan mengajari penyiar baru.
Pengalaman ini mendatangkan rezeki. Iwet mendapat tawaran mengajar broadcasting pada beberapa pelatihan. "Saya harus bermanfaat untuk orang lain," ujarnya. Selain sebagai penyiar radio, kini Iwet berdagang kaus dengan motif batik. "Daripada diklaim negara lain," katanya. Iwet tak menampik jika dikatakan bahwa usahanya itu juga mendatangkan keuntungan.
Akbar Tri Kurniawan
Biodata
Nama: Wethandrie Ramadhan
Nama Populer: Iwet Ramadhan
Tempat dan tanggal Lahir: Yogyakarta, 24 Juli 1981
Orang Tua: Sujudiman Saleh dan Fauziah
Status dalam keluarga: Bungsu dari 3 bersaudara
Pekerjaan: Penyiar radio, pembawa acara
Pendidikan:
l SMA 8 Jakarta (1996-1999)
l Arsitektur Universitas Parahyangan Bandung (1999-2004)
Penghargaan:
- Best Regional Announcer Broadcaster of The Year 2009 versi free magazine
- Duta PBB untuk Kampanye Millennium Development Goals