Walaupun kebanyakan karya itu tetap dilarang beredar di toko-toko buku di kerajaan muslim ultra-konservatif itu, para pecinta buku membelinya dari negara Arab lain di tempat buku itu dijual bebas.
Salah satu novel itu, Dia Melempar Bunga Api karya Abdo Khal, tak terbendung saat maju merebut Hadiah Internasional untuk Fiksi Arab tahun ini pada Maret lalu. Ini penghargaan sastra dunia Arab yang setara dengan Booker Prize.
Baca Juga:
Karya itu mengangkat kesenjangan antara yang sangat kaya dan yang sangat papa di Saudi yang, menurut pendapat juri penghargaan itu, menjadi sebuah "novel satiris yang sangat memilukan". "Buku itu memberi pembaca sececap kenyataan yang mengerikan dari dunia istana yang berlebihan" dan "kisah kemarahan dari orang-orang yang diperbudak olehnya, yang terseret oleh janji glamornya," kata juri dalam pernyataan tertulisnya.
"Ada generasi novelis baru yang menggunakan bahasa yang baru, sederhana dan langsung, dalam membahas subjek-subjek yang tidak disadari di masa lalu, seperti hak-hak seorang perempuan untuk jatuh cinta atau bekerja," kata Badriya al-Bishr, perempuan penulis Saudi.
"Novel itu menjadi jalan keluar. Dia mengungkapkan apa yang orang tak berani katakan, dan menabrak tabu," kata Bishr.
Novel terbaru Bishr, Swing, mengisahkan tiga perempuan Saudi yang merayakan kebebasan di Eropa. "Mereka ingin meniru lelaki dengan menolak larangan-larangan atas seks dan alkohol, karena makin keras tekanan yang mereka terima, makin jauh menyimpang konsep kebebasan itu," kata Bishr tentang tokoh-tokoh dalam novelnya.
Seperti kebanyakan novel-novel yang berani di sana, buku-buku Bishr juga dilarang di Arab Saudi. Di negeri itu orang yang berpacaran akan diciduk oleh oleh polisi syariah. Alkohol dan gambar-gambar telanjang dan seks juga dilarang keras dalam segala bentuk. Tapi, beberapa buku bebas dari larangan selama pasar buku tahunan Riyadh.
Novelis-novelis tertentu dituduh oleh media telah sengaja melanggar larangan ini demi popularitas, tapi Bishr menilai bahwa dalam kenyataannya orang-orang sebenarnya jauh lebih berani ketimbang novel-novel itu.
Novel pertama yang mengangkat kehidupan rahasia para gadis-gadis Saudi ke rak-rak buku seluruh dunia Arab adalah Gadis-gadis dari Riyadh karya Rajaa Sanea pada 2005. Novel itu, berdasarkan serangkaian surat elektronik empat orang gadis, diterjemahkan ke bahasa Inggris pada 2007 dan kemudian ke bahasa Prancis.
Namun, sebelum generasi novelis baru ini sebenarnya banyak pengarang Saudi yang sudah terkenal. Yang paling terkenal adalah Abdelrahman Munif (1933-2004), yang novelnya, Kota-kota Garam menggambarkan bagaimana penemuan minyak bumi telah mengubah kehidupan para pengembara di Semenanjung Arab.
Tapi, para novelis baru ini tak malu-malu untuk membahas ketegangan religius dan sosial yang terjadi di masyarakat Saudi, terutama para perempuan yang dilarang menyetir mobil dan tak dapat berjalan ke mana-mana tanpa didampingi kerabat lelakinya.
Perempuan-perempuan yang Dibenci karya Samar al-Megren, misalnya, membahas pengalaman mengerikan seorang perempuan Saudi yang ditangkap polisi syariah karena dia berani bertemu kekasihnya di sebuah restoran.
Beberapa novel menunjukkan keberanian yang mengejutkan, seperti Cinta di Arab Saudi karya Ibrahim Badi. Ia secara jelas mengurai dengan rinci tokoh protagonis peremuan yang berhubungan badan dengan kekasihnya sambil mengenderai mobil di ibu kota, atau si pria menyamar dengan burqa untuk menyusup masuk ke kamar kekasihnya.
Iwank | AFP