Di tengah lagu terakhir itu, lengkingan suling mengajak tepukan kendang menari rancak. Ketukan piano yang ikut mengiringi, seakan menjaga agar duet alat musik tradisional tersebut tak bergerak liar. Begitulah awal konser Fun-Tastic String Ensemble dengan Tim Kesenian Universitas Padjadajaran di Bale Rumawat, Bandung, Jawa Barat, pada Rabu malam lalu.
Bertajuk Indonesia Kebangsaanku, Indonesia Kebanggaanku, pagelaran musik itu memadukan lagu barat dengan lagu nasional, pop Indonesia, serta lagu daerah dan rakyat. Jenis musiknya pun beragam, dari klasik, rock, hingga keroncong – seperti pada lagu Bandung Selatan di Waktu Malam. Seluruhnya ada 14 komposisi yang dibawakan, 5 di antaranya medley lagu seperti karya Mozart, lagu daerah Sunda, Gebyar-Gebyar Benderaku, dan Indonesian Highlight.
Bermain di atas panggung yang sempit, Carolina S. Yana memimpin 25 pemain biola, piano, gitar, flute, cello, kendang, dan suling. Sebagian besar pemainnya adalah anak-anak berusia SD hingga remaja SMA didikannya, yang tergabung dalam Fun-Tastic String. Mereka biasa berlatih tiap Jumat malam di lembaga pendidikan musik Swara Harmony di Bandung.
Namun tak seperti string ensemble pada umumnya, kelompok yang terbentuk pada 2004 itu hanya terdiri dari 17 biola sopran dan tenor serta sebuah cello. “Pemain cello belum banyak peminatnya, sedangkan viola dan contra bass berukuran besar sehingga sulit untuk dimainkan anak-anak pemula,” kata perempuan yang akrab dipanggil Lina itu sebelum konser.
Jadinya, bekas murid Jimmy Hartayo, Tamam Hoesin, juga Bubi Chen tersebut harus menyesuaikan aransemennya dengan membagi biola bernada tinggi dan rendah, serta cello sebagai suara bass. Walau hasilnya pada beberapa lagu terdengar kekurangan nada karena jenis biolanya kurang lengkap, pergelaran sepanjang 1,5 jam itu tetap hidup dan kolaborasi instrumen modern dengan tradisionalnya masih enak dinikmati.
Sejumlah pemain juga sempat memainkan biolanya dengan teknik pizzicato. Dari leher, biola diletakkan di depan perut, lalu senarnya dipetik seperti memainkan gitar. Gaya unik itu muncul saat mereka membawakan lagu Lupa-lupa Ingat milik band Kuburan.
Ide konser yang disaksikan lebih dari 100 penonton itu tercetus dari Hery Setiyono. Pemilik sekolah musik Swara Harmony itu ingin membuat sebuah konser yang bisa dinikmati secara khusus. “Bukan seperti di mall, ataupun konser yang bersama-sama dengan kelompok string lain,” kata Lina. Pementasan itu juga bagai kado bagi anak-anak Fun-Tastic String yang sudah bermain bersama di banyak tempat.
Selain itu, penampilan mereka yang dikaitkan dengan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, sekaligus ingin menggugah anak-anak dan penonton untuk lebih mencintai Indonesia lewat lagu. “Saya prihatin dengan anak-anak yang sudah tidak mengenal lagu-lagu nasional,” kata Lina. “Saya ingin mengajak semua orang untuk mencintai segala yang diwariskan dari nenek moyang kita, sebelum warisan itu di klaim oleh negara lain.”
ANWAR SISWADI