Di tangan ahlinya, rekaman lensa kamera bisa menipu mata. Sebab, tiga ekor kuda yang tengah berlari itu ternyata bukan benda hidup. Kuda-kuda itu tak lain hanyalah gambar pada sebuah sisi badan bus di Malaysia. Adapun tanaman perdu di depannya benar-benar nyata.
Foto menarik ini adalah karya Agung Nugroho Widhi, 29 tahun, yang tengah dipamerkan di Kedai Kebun Forum, Yogyakarta, sepanjang 8-31 Mei 2010. Pada pameran tunggal bertajuk Artificialy Natural ini, Agung mengusung 20 foto, semuanya diberi judul Untitle.
Menurut Agung, jika orang yang melihat hasil rekaman kameranya itu merasa “tertipu”, membuktikan bahwa konsep karyanya telah berhasil. “Saya hanya ingin memberi tawaran kepada publik tentang cara lain untuk melihat dengan kamera,” kata alumnus Jurusan Fotografi Institut Seni Indonesia,Yogyakarta tahun 2006 ini.
Melalui 20 seri foto karyanya itu, Gembong -- begitu panggilan akrab Agung – mencoba menelaah tentang konsep natural dan buatan. Tentang yang asli dan tiruan. Untuk menguji konsepnya itu, Gembong sengaja merekam obyek-obyek pilihannya dengan kamera Lomo, sebuah “kamera mainan” yang punya banyak keterbatasan teknis dibanding kamera yang menggunakan lensa “normal”.
Keterbatasan kamera Lomo inilah yang kemudian dimanfaatkan Gembong untuk menguji konsep besarnya, yakni “cara lain untuk melihat” sesuatu. Sebab, hasil rekaman lensa kamera Lomo telah mengaburkan obyek natural dan obyek buatan. Pada bingkai foto lain, misalnya, beberapa pengunjung tak lagi bisa membedakan mana pohon asli dan mana gambar pohon pada sebuah blok mural di salah satu sudut kota Yogya.
Gembong sama sekali tidak melakukan rekayasa digital pada foto-foto yang dipamerkan itu. Artinya, obyek foto itu memang nyata ada di lapangan. Pohon asli dan gambar pohon pada salah satu frame foto karya Gembong, misalnya, keduanya benar-benar ada berdampingan. Gembong kemudian mengabadikan dengan kamera Lomonya.
“Saya memotret, dan atau mencari apa yang sudah ada. Bukan membuat atau meng-compose sesuatu dan kemudian memotretnya,” ujarnya.
Meski konsepnya terkesan sederhana, Gembong serius mengerjakannya. Foto-foto yang kemudian di pamerkannya itu dikerjakan sepanjang dua tahun. Untuk memperoleh obyek-obyek yang menarik dan cocok dengan konsepnya, Gembong “berburu” hingga ke Malaysia.
“Sebagian besar obyek foto pada pameran ini memang berada di Yogya. Kebanyakan adalah obyek-obyek di sekitar karya mural yang banyak terdapat di kota Yogya. Gambar tiga ekor kuda pada badan bus itu saya jepret di Malaysia,” katanya.
Foto-foto karya Gembong ini bukanlah hasil dari cetak digital di studio foto atau studio cetak digital. Foto-foto tersebut adalah hasil inkjet print pada kertas jenis Lustre atau kertas jenis Hahnemuhle Baryta FB atau Hahnemuhle Fine Art Baryta.
HERU CN