Karya Reggie Aquara bertajuk How to Understand the Highly Abstract Painting Shown in Wide Screen itu mencuri perhatian pengunjung pameran Bandung New Emergence 3 di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung, Jawa Barat, pada Ahad sore lalu. Sebagian memuji karya yang dibuat dengan cara menempelkan sebuah kanvas kosong ke atas lukisan yang catnya masih basah itu.
Lewat karyanya tersebut, Reggie, 28 tahun, boleh dibilang keluar dari gaya lamanya. Biasanya, alumnus Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung itu getol menggarap lukisan realis dari gambar-gambar film lengkap dengan teks terjemahan dialog pemainnya dalam bahasa Indonesia. Kali ini, karyanya berwujud idiom abstrak. Ide itu muncul dari film bajakan yang teksnya acap kali banyak salah terjemahan. "Kita tahu ada yang salah, tapi tak bisa membuktikannya secara obyektif dan tidak pernah tahu kebenarannya," kata kurator pameran Agung Hujatnikajennong.
Dari 15 seniman muda Bandung yang tampil, lebih dari separuhnya menjajal gaya baru. Misalnya, seniman yang biasa memotret, kini melukis atau mencoba konsep baru di atas media yang biasa ditekuninya. Proses coba-coba itu melibatkan tiga perupa senior Nurdian Ichsan, R.E. Hartanto, dan Prilla Tania. Mereka menjadi mentor atau pembimbing seniman yang dikelompokkan ke dalam media 2 dan 3 dimensi, serta audio visual. Bimbingan selama tiga bulan itu berlangsung sejak Februari lalu. "Para mentor hanya memberi stimulasi dan sama-sama belajar," ujar R.E. Hartanto.
Belasan karya itu ditempatkan di dua ruangan galeri Selasar. Erwin Pranata, misalnya, membuat instalasi seperti telur berdiameter sekitar 40 sentimeter berkulit garis warna-warni. Bagian tengahnya dipasangi pegas yang membuat cangkang atasnya naik-turun. Sayang, karya baru berjudul Play Lust (permainan nafsu) itu bergerak bisu. Suara degup jantung dan dengungnya gagal terdengar.
Bentuk telur yang lebih besar, karya Dita Gambiro berjudul Boil, tergantung di galeri B. Pada bagian bawahnya, berhelai-helai rambut panjang manusia menjuntai. Menurut Agung, karya itu ingin menguatkan kesan visual dan aspek keterabaan benda.
Baca Juga:
Adapun Yuki Agriardi membuat instalasi kereta angkut. Bagian atas papan beroda 75 x 75 sentimeter itu bisa diisi meja, kursi, tangga lipat, pot bunga, jam dinding, hingga kasur lipat. Semuanya terbuat dari kayu. Cocok untuk anak kos yang sering pindah tempat.
Tak ada tema yang diusung dalam pameran yang berlangsung sepanjang 2-22 Mei tersebut. Kurator hanya mengaitkan tiap karya ke proses coba-coba itu. Menurut Agung, perupa muda Bandung saat ini perlu banyak menggali sesuatu yang baru agar berkembang. "Eksplorasi ini penting ketika seniman muda jadi komoditas," katanya.
Sunaryo dalam pidato pembukaannya menyatakan karya-karya dalam pameran ini memberikan inspirasi baru. Tapi perupa muda Bandung masih kurang ngotot dalam bekerja. "Etos kerjanya masih harus di-push," ujarnya.
Buktinya, sekitar satu jam sebelum pameran dibuka, masih ada karya yang digotong-gotong untuk dipasang. Idealnya, menurut Sunaryo, seminggu sebelumnya seluruh karya sudah terpasang di dinding galeri.
ANWAR SISWADI