Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kerja Keras Menafsir Shakespeare  

image-gnews
The Tempest. Foto:new york times
The Tempest. Foto:new york times
Iklan
TEMPO Interaktif, Menafsir Shakespeare memang pekerjaan klasik bagi mereka yang bergerak di panggung teater, walau karyanya menjadi satu tantangan menarik untuk mentransformasikan gagasan dari masa lalu dalam situasi dan pendekatan artistik kontemporer. Karena itu, di panggung-panggung besar di seluruh dunia, karya Shakespeare selalu mendapat tempat untuk ditafsir ulang, dipresentasikan dalam cara pandang yang baru--atau sekadar berbeda--dengan konteks yang baru pula.

Selama sepekan, 3-11 April lalu, publik Singapura dan Asia Tenggara diberi suguhan menarik dari karya Shakespeare, yang merupakan karya drama terakhir yang ditulisnya sebelum meninggal: The Tempest. Dipentaskan di Esplanade, Singapura, karya yang diproduksi oleh Singapore Repertoar Theater bekerja sama dengan Brooklyn Academy of Music, New York, Amerika Serikat, ini melibatkan sutradara film kenamaan--pemenang Oscar untuk karyanya, American Beauty--Sam Mendes.

Mengikuti kesuksesan beberapa produksi Broadway di Singapura, termasuk di antaranya The Winter’s Tale dan Phantom of the Opera, menonton pertunjukan macam ini tampaknya sudah menjadi gaya hidup bagi warga Singapura. Tiket yang dijual dengan harga cukup mahal, paling murah Rp 300 ribu hingga yang termahal hampir Rp 3 juta, ludes.

The Tempest, seperti produksi-produksi Broadway lainnya, memang menyuguhkan kualitas artistik yang sangat memadai; latar panggung yang menarik, tata musik yang menyerap emosi, dan yang paling penting: kualitas aktor yang membawa cerita sampai pada penonton. Soal keaktoran itulah yang saya kira paling menarik digarisbawahi pada pertunjukan The Tempest ini. Mengingat kompleksitas teks yang rumit dan percakapan-percakapan reflektif di sepanjang dialognya, penampilan yang prima dari para aktor membuat penonton terus bertahan untuk durasi pertunjukan 135 menit.

Dibandingkan dengan Phantom of the Opera atau Chicago, The Tempest terasa sederhana, tapi efektif dan memberikan perspektif ruang yang menarik untuk tiap adegan. Dengan latar belakang tempat di sebuah pulau pada 1500-an (naskah ini sendiri ditulis pada 1610), panggung diisi hampir penuh dengan batu, pepohonan, dan elemen alam lain yang dibuat lebih simbolis, tak terlalu realis.

Pemeran utama Stephen Dillane, aktor senior yang sangat berpengalaman di panggung Broadway dan industri Hollywood, layak disebut sebagai bintang pertunjukan ini. Dengan tuntutan teks dan tafsir Sam Mendes yang menonjolkan dialog-dialog panjang, dan bukannya gestur atau adegan-adegan yang simbolis, Dillane menunjukkan keterampilan dalam mengolah intonasi dan membuat variasi ekspresi sehingga penonton merasa ingin terus berimajinasi melalui kata-katanya. Tidak mengherankan sebenarnya karena pada 2000, Dillane telah memenangi Tony Award, sebuah penghargaan paling bergengsi untuk aktor panggung di Amerika.

Dalam perannya sebagai Prospero, seorang raja yang punya kekuatan magis, dan memiliki kekuatan untuk mengontrol karakter lain dalam cerita, Dillane membawa kisah tragi-komedi ini menjadi fantasi yang hidup di panggung. Saya jadi terkenang akan referensi-referensi teater yang pernah saya baca, ketika peran aktor menjadi sangat signifikan di panggung, dan memberi penonton semacam “aura” dari kehadirannya.

Sebagai Duke of Milan, Prospero disingkirkan oleh dua adiknya, dibuang ke sebuah pulau terpencil. Prospero ditemani putrinya, Miranda (diperankan dengan baik oleh Juliet Rylance, aktor panggung yang sudah berkali-kali terlibat dalam produksi karya Shakespeare). Di pulau itu, mereka bertemu dengan Ariel (Christian Camargo) dan Caliban (Ron Chepas Jones), yang kemudian membantu Prospero menjalankan rencana balas dendam.

Ada pula Stephano (Thomas Sadoski) yang diam-diam merencanakan pemberontakan pada Prospero dan berobsesi menikahi Miranda untuk mendapatkan sebagian kekuasaan Prospero. Sebagai aktor yang cukup muda, 34 tahun, akting Thomas Sadoski juga cukup menjanjikan dalam pementasan ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi saya yang datang tanpa membaca dulu cerita dari bukunya, kisah The Tempest ini cukup sulit diikuti. Karakternya banyak, kaitan satu sama lain kadang terkabur oleh dialog yang menjebak. Plotnya juga berpindah-pindah tanpa rujukan yang bisa dimengerti dengan segera. Saya kira penonton lain punya “masalah” yang sama dengan saya, karena beberapa kali saya melihat mereka saling menoleh kebingungan atas apa yang sedang terjadi di panggung.

Lalu bagaimana Sam Mendes, yang terbiasa dengan kerja di dunia film, memberikan warna berbeda pada karya panggung? Sebenarnya, secara umum pendekatan artistik yang dipilih Sam Mendes tidaklah istimewa. Beberapa kali Sam Mendes menggunakan video untuk memberikan latar belakang cerita, terutama untuk adegan ketika plot penuh dengan kisah dari masa lalu. Salah satunya adegan ketika Miranda dan Ferdinand menikah, Mendes memutar gambar bergerak yang memaparkan masa kecil Miranda. Rasanya adegan pernikahan ini merupakan favorit banyak penonton, meskipun bagi saya sendiri ada romantisisme yang berlebihan di sana.

Mendes juga punya cara unik untuk menyikapi panggung. Pulau tempat seluruh peristiwa berlangsung hanya dibuat dalam lingkaran putih; aktor-aktor keluar-masuk dalam lingkaran itu saja di atas panggung. Sementara menunggu giliran mereka datang, mereka duduk di pinggir lingkaran, tapi seolah tak sedang menonton pertunjukan itu.

Mempertahankan ciri khas pertunjukan Broadway, Mendes juga memasukkan tari di sela teks yang berhamburan. Tak semua terasa efektif dan menarik, beberapa justru sering terasa kurang gereget. Adegan tari setelah pernikahan, misalnya, agak terlalu mengada-ada.

Sam Mendes menyatakan tantangan bekerja di atas panggung lebih besar ketimbang film, sehingga mungkin banyak kekurangan di sana-sini yang belum bisa ia tambal. Sebagian besar aktor, yang memang sehari-harinya melintasi batas di antara dua disiplin seni ini sendiri, merasakan bahwa disutradarai oleh Sam Mendes di atas panggung memang sedikit berbeda karena ia banyak menggunakan pendekatan fisik ketimbang bedah teks, sebagaimana yang umum dilakukan para sutradara teater.

Thomas Sadoski memberikan satu kutipan menarik tentang lintas batas dua disiplin ini: “Film adalah seni visual, sedangkan teater adalah kerja teks. Saya kira Mendes cukup bisa berdiri di tengah keduanya.”


Alia Swastika (pengamat seni)

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

32 hari lalu

SMA Labschool Cibubur mengadakan pentas seni CRAVIER yang kini memasuki tahun ke-10. Tahun ini, CRAVIER digelar pada 27 Juli 2024 di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta. Foto: Istimewa
SMA Labschool Cibubur Selenggarakan Pentas Seni Cravier 2024 Usung Tema Peduli Lingkungan

Acara tahunan SMA Labschool Cibubur akan mengusung tema lingkungan dalam kacamata anak muda di Cravier 2024.


Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

7 Desember 2023

Aktor Butet Kertaredjasa melakukan pertunjukan seni teater yang digabungkan dengan seni musik dan seni tari dengan lakon
Butet Kartaredjasa Terintimidasi, Bagaimana Cara Mengurus Perizinan Pentas Seni?

Butet Kartaredjasa menyebut bahwa pementasan seninya diintervensi oleh pihak kepolisian karena larangan menampilkan satir politik.


HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

28 Juli 2023

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.
HNW Apresiasi Usulan Pementasan Seni Budaya jelang Tahun Politik 2024

Komunitas seni dan budaya, Sangkami mengusulkan pementasan seni dan budaya melibatkan para anggota MPR.


Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

25 April 2023

Pengunjung menyaksikan pertunjukan 'video mapping' di Tugu Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu, 22 Desember 2019. Video mapping yang berdurasi 25 menit tersebut akan dilaksanakan hingga 31 Desember mendatang bertemakan Filosofi Tugu Monas, Relief dan Diorama Museum Sejarah Nasional, Pembangunan Ibu Kota Jakarta, Kebudayaan Betawi serta kehidupan Jakarta. ANTARA
Ada Monas Week Saat Libur Lebaran 2023, Pengelola Siapkan 4 Toilet Bus Tambahan

Rangkaian Monas Week menyuguhkan pertunjukan musik khas Idul Fitri serta Air Mancur Menari dan video mapping.


4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

21 Januari 2023

Pertunjukan di acara puncak Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta, Malioboro Imlek Carnival di Yogyakarta, Sabtu 16 Februari 2019. TEMPO | Pribadi Wicaksono
4 Acara Imlek yang Populer di Indonesia, Selalu Menarik Minat Wisatawan

Acara-acara itu tak sekadar untuk membuat meriah Imlek, tapi memiliki makna di dalamnya.


Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

14 Desember 2022

Suasana destinasi wisata Tlogoputri, Kaliurang di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta, masih sepi di masa PPKM Level 4. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Libur Natal dan Tahun Baru, Ini Sederet Agenda Kesenian di Lereng Merapi

Ada sejumlah agenda seni budaya yang akan kembali digelar di kawasan Kaliurang pada libur Natal dan Tahun Baru.


Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

3 September 2022

Aksi panggung seniman lokal asal Kabupaten Bekasi di pentas Lebaran Yatim Bekasi yang digelar Dewan Kesenian Kabupaten Bekasi di Lapangan Kelurahan Wanasari, Kecamatan Cibitung, Jumat petang, 2 September 2022. Foto: ANTARA/Pradita Kurniawan Syah
Dua Tahun Vakum, Seniman Kabupaten Bekasi Ramaikan Lebaran Yatim

Gabungan seniman Kabupaten Bekasi kembali manggung untuk memeriahkan Lebaran Anak Yatim setelah dua tahun terhalang pandemi


Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

23 Maret 2021

Seniman dan seniwati Kulon Progo menampilkan Tari Sri Kayun. (ANTARA/Sutarmi)
Siap-siap Disambut Tari Sri Kayun Saat Wisata ke Kulon Progo

Tari Sri Kayun dan fragmen Suroloyo Wrehaspati dibawakan oleh seniman Kulon Progo dan pegawai pemerintah daerah sebagai penari pendukung.


Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Tari Legong Semarandana dalam pertunjukan Budaya Pusaka Kita: Bangga pada Budaya Nusantara yang digelar Wulangreh Omah Budaya., Sabtu, 13 Februari 2021. Tempo/Inge Klara Safitri.
Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.


Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

1 Desember 2020

Penampilan teater musikal
Produksi Teater di Masa Pandemi, Apa Saja Tantangannya?

Tentu ada beberapa tantangan saat memproduksi pentas teater. Salah satu kendala utamanya adalah mencari cara agar pentas tetap dapat roh.