TEMPO Interaktif, Malang - Komunitas Pentjinta Kajoetangan Kota Malang mendirikan museum musik di Kota Malang dengan nama Gallery Malang Bernyanyi. Museum musik yang pertama di Kota Malang ini diresmikan Wakil Wali Kota Malang Bambang Priyo Utomo, Sabtu (17/4).
Menurut Koordinator Gallery Malang Bernyanyi Hengky Herwanto, museum ini sebagai salah satu sarana untuk membangkitkan kembali Malang sebagai kota musik. Sebab, Kota Malang dulunya dikenal sebagai barometer musik tanah air. "Banyak penyanyi dan musisi tanah air yang berasal dari Kota Malang. Semoga bisa menurun kepada generasi mendatang," kata Hengky.
Selain itu, museum juga sebagai penghargaan bagi para musisi yang telah meramaikan kancah musik tanah air dan dunia. Selama ini, tutur Hengky, penghargaan kepada musisi dan penyanyi masih sangat minim sehingga ketika tak sudah tak populer lagi, para penyanyi sudah dilupakan orang. "Padahal, dulu mereka disanjung-sanjung."
Museum Musik menyajikan berbagai benda koleksi musik, mulai dari peralatan musik, majalah, kaset, piringan hitam, poster, foto, hingga CD rekaman. Jumlah koleksinya tercatat sebanyak 928 buah.
Koleksi yang berasal sumbangan masyarakat diproduksi mulai 1960 hingga tahun 2000. Penyumbang tak hanya datang dari Kota Malang, namun juga antara lain dari Jakarta, Cirebon, Aceh, Sidoarjo, Surabaya, Bogor, dan Klaten. "Ada sejumlah penyumbang yang berkerja sebagai pedagang kaki lima kaset dan penyanyi," tutur Hengki.
Tempo melihat sejumlah koleksi majalah musik lama terpajang seperti Aktuil, Vista, dan Varia Nada. Untuk foto terlihat misalnya kala Ebiet G Ade sedang berbincang-bincang di Radio Senaputra Malang pada 1979. Ada juga Grup Pop Pretty Sister yang sedang manggung di Malang, Agustus 1975.
Koleksi foto, kaset, dan poster musisi Kota Malang juga bertebaran di rak-rak museum. Ada foto dan kaset Ian Antono, Abadi Soesman, Totok Tewel, Silvia Sartje, dan penyanyi di era tahun 1970-an antara lain Annie Danyin, Mira Tania, dan Nanin Sudiar. Selain itu juga ada koleksi piringan hitam, poster, dan kaset dari grup musik luar negeri, seperti piringan hitam Deep Purple berjudul Maching Head, dan Dire Street.
Museum Musik untuk sementara dibuka Sabtu-Minggu tanpa dipungut bayaran. Pengelola akan melengkapi dengan sejarah musisi dan karyanya. Untuk melengkapi koleksi museum, pengelola masih menerima sumbangan dari masyarakat.
Dalam sambutannya, Bambang Priyo Utomo berharap museum musik yang terletak di Jalan Citarum ini bisa menjadi sarana belajar tentang musik khususnya bagi para pelajar. "Ini museum yang berarti bagi warga Kota Malang," kata dia.
BIBIN BINTARIADI