Seperti dituturkan salah satu pencipta lagu Using, Andang Chatib Yusuf, 77 tahun. Birokrasi dalam pengurusan hak cipta dianggapnya terlalu berbelit. Seorang seniman, kata Andang, wajib mengikuti sidang peradilan, menghadirkan saksi yang menerangkan bahwa karyanya bukan jiplakan, serta terbentur biaya yang mahal.
Bagi pencipta lagu Banyuwangi, biaya mengurus hak cipta memang jadi beban. Satu lagu, kata Andang, hanya dibeli seharga Rp 200 ribu oleh perusahaan rekaman. Itu sudah harga bersih, tanpa royalti atas penjualan album atau saat lagu dirilis ulang oleh penyanyi lain. "Honor cuma segitu, mana sempat mikirin hak cipta," ujar Andang yang sudah menulis lagu sejak tahun 1965.
Padahal, lagu ciptaan Andang berjudul Umbul-Umbul Blambangan, dua kali pernah dibawakan oleh kelompok musik ke luar negeri. Tahun 1994 di Osaka, Jepang dan tahun 2006 dinyanyikan ke Korea. Ia mengaku baru tahu kalau lagunya mampir ke luar negeri dari media massa. "Tidak ada yang izin ke saya," kata pria kelahiran Banyuwangi tahun 1934 ini sembari tersenyum.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Setio Harsono mengatakan Pemerintah Banyuwangi belum menganggarkan subsidi biaya hak paten lagu-lagu Using Banyuwangi. Pemerintah, katanya, juga belum mengiventarisasi berapa jumlah lagu yang pernah diciptakan dan dirilis perusahaan rekaman.
Namun, menurut dia, biaya hak paten lagu-lagu Banyuwangi bisa diajukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur. "Pemprov mengalokasikan subsidi," kata Setio.
Sekretaris Umum Dewan Kesenian Jawa Timur Syahlan Husein membenarkan bahwa Pemerintah Jatim menyediakan subsidi bagi seniman yang ingin mempatenkan karyanya. Hanya saja, subsidi ini diprioritaskan bagi seniman tidak mampu.
IKA NINGTYAS