TEMPO Interaktif, Jakarta - “Hey baby, whats going on?”Sapaan Eirik Glambek dalam alunan lagu lembut berjudul Mrs.Cold memancing histeria penonton yang memadati Ballroom Pasific Place Ritz Carlton, Jakarta, Minggu (28/3) lalu. Meskipun Eirik tak bisa menyembunyikan wajah sayunya dan gerakan yang tak sesemangat biasanya, dia mencoba menghadirkan performa terbaik. Untungnya, aksi kocak Erlend yang doyan menari sendiri, mampu menutupi kekurangan duo gitaris itu di atas panggung.
Dalam perhelatan konser musik A Soundsations itu, Kings of Convenience – band indie asal Bergen, Norwegia-tampil memukau. Eirik yang tengah terserang demam, menunjukkan profesionalitasnya kepada para penggemarnya di Indonesia. “Meski saya terkena demam, saya yakin begitu di atas panggung, penyakit ini pasti hilang,” ujarnya yang diikuti tepuk riuh para gadis-gadis. Tak kurang 13 lagu populernya dimainkan dengan apik.
Walaupun banyak kabar yang menyebutkan kemungkinan bubarnya band ini, namun mereka masih membuktikan eksistensinya dengan meluncurkan album ketiga dan konser di Indonesia. Mrs. Cold, Boat Behind, 24-25, Me In You, dan Peacetime Resistance, hadir sebagai single hits dari album Declaration of Independence yang mulai merajai tangga-tangga lagu seluruh dunia. Selebihnya, lagu-lagu lawas dari album kedua, seperti Cayman Island dan Homesick, juga dibawakan.
Kings of Convenience (KOC) mampu menarik perhatian penikmat musik indie karena musik mereka yang unik. Meski hanya digawangi dua gitaris, komposisnya padat dan berbobot. Belum lagi, melodi-melodi yang kental didukung oleh vokal keduanya yang terdengar menyenangkan.
Belum lagi, “kebiasaan” keduanya yang doyan mengecoh penonton dengan intro yang sengaja dipelesetkan. Aksi tebak-menebak itu menjadi unsur hiburan tersendiri di tengah konser mereka. Di beberapa lagu, porsi suara terompet yang seharusnya muncul di musik mereka, dengan cerdas di gantikan dengan kepiawaian Erlend memainkan bibirnya. Walhasil, suara alamiah itu bak pinang dibelah dua dengan terompet sunguhan.
Ada banyak kejutan lain yang diberikan KOC dalam konsernya. Mereka mengajak Jhony sang basis, dan Ricky penggebuk drum White Soes And The Couples Company untuk unjuk gigi. Keempatnya “berdiskusi” lewat melodi. Dan ketika lampu telah padam, lalu keduanya pamitan, konser pun berhenti. Sedetik kemudian Erlend muncul, dengan mantap menyandang gitarnya lalu memainkan lagu berbahasa Indonesia, Bersandar, yang dipopulerkan White Soes And The Couples Company.
Eirik dan Erlend, keduanya memang menyukai hal-hal yang tidak biasa. Sense itulah yang melatarbelakangi keduanya hadir kembali dengan album terbaru mereka. Keduanya kembali bertemu di sebuah pantai indah di Mexico, yang akhirnya menjadi sampul album itu.
Banyak yang menganggap, Eirik dan Erlend memang berjodoh. Sejak pertemuan mereka di usia muda, di sebuah kompetisi geografi, Eirik dan Erlend muda menjalin persahabatan. Enam tahun kemudian, mereka merilis mini album berjudul Tom Tids Tale dengan dua teman mereka lainnya. Sayang, band itu tak bertahan lama, dua lainnya mengundurkan diri, menyisakan Eirik dan Erlend hingga kini di KOC. Label asal Amerika, Kindercore, pun menyunting mereka hingga pada 2001sebuah album perdana KOC dirilis dengan titel Quiet Is The New Loud, dengan campur tangan produser Coldplay, Ken Nelson.
Tak hanya KOC yang manggung menyapa penonton malam itu. Seorang musisi indie pop asal Swedia, Jens Martin Lekman, hadir dengan petikan gitar stringnya. Lagu-lagu Lekman dikenal nakal, romantic, dan melankolis, hingga tak heran karyanya sering dihubungkand engana Belle&Sebastian, Stephin Merrit, dan David Bryne.
Bukan hal mustahil, pesona para penampil mampu membuat tiket tersapu bersih dan menggiring 3898 penonton untuk hadir menjadi saksi. Setelah sehari sebelumnya, mereka juga menghibur sekitar 1647 penonton yang memadati Sasana Budaya Ganesha Convention Hall Bandung.
Aguslia Hidayah