Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Drama Perlawanan Remy Sylado

image-gnews
Remy Silado(TEMPO/Arif Fadilah)
Remy Silado(TEMPO/Arif Fadilah)
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta

Puntung-puntung rokok

Bersatukan ludah

Di Jalan Tamblong

Di mana tenggelam cinta atau benci

Dan sunyi hati


Begitulah penggalan lirik lagu Jalan Tamblong milik Remy Sylado. Lagu tersebut--bersama dua lagu lainnya, Aku ingin Tidur di Sebuah Dusta dan Serenade--merupakan tembang dalam drama musik karya Remy bertajuk sama, yang ditulis pada 1970 dan pernah dimainkan sendiri oleh pengarangnya di Gedung Kesenian YPK Bandung, Jawa Barat.


Pengujung Januari lalu, bersama empat naskah drama musik lainnya, Jalan Tamblong diterbitkan dalam bentuk buku. Kelima naskah drama satu babak itu, dua di antaranya monolog, pernah dimainkan Remy bersama Dapur Teater 23761 yang dipimpinnya-- empat di Bandung dan satu di Jakarta. Buku setebal 246 halaman itu juga dilengkapi empat CD yang berisi 64 lagu, sebagian merupakan bagian dari lima naskah drama tersebut, termasuk lagu Jalan Tamblong.


Kehadiran buku Jalan Tamblong mengingatkan kita kembali pada sepak terjang Remy, kini 64 tahun, bersama Dapur Teater 23761 yang mementaskan drama-drama tersebut dalam sajian teater terpadu: drama-musik-tari. Remy sendiri lebih suka menyebut bentuk pementasannya itu adalah sandiwara nyanyi. Dalam teater terpadu, Remy mengarang naskah sekaligus menciptakan musik dan lirik, menyanyikannya sendiri dalam rekaman, kemudian menyutradarai serta memainkannya di atas panggung sebagai pemeran.


Lewat pementasan teaternya, Remy menyuguhkan gagasan “nakal” dan “kurang ajar” untuk sebuah wujud seni kontemporer: mbeling. Gagasan mbeling yang diusung Remy melalui teaternya adalah perlawanan budaya terhadap dua sisi tatanan yang dianggap mapan, sisi estetis dan politis. Dalam dua sisi itu, sebagian besar dramanya adalah bentuk visual dan verbal yang mencoba menelanjangi segala macam kepalsuan moralitas serta penjungkirbalikan logika yang telah diterima secara baku.


Kolumnis M.A.W. Brouwer, yang getol meresensi pertunjukannya, menyatakan Remy Sylado orang yang nakal. Sama nakalnya dengan Voltaire dan Pasternak. Dia mempunyai kenakalan orang yang menyelidiki sendiri: apakah seks betul berbahaya? Apakah uang zakat dan derma-derma betul-betul dipakai untuk tujuan baik? Apakah para pegawai betul-betul dipanggil untuk menindas rakyat kecil? Apakah hakim selalu adil?


Selain mementaskan drama yang naskahnya ditulis sendiri, Remy mementaskan drama musik karya orang luar, antara lain Jesus Christ Superstar karya Tim Rice dan Andrew Webber. Tapi Remy mengadaptasinya dalam bentuk mbeling dan nyeleneh. Dalam opera yang dipentaskan di Balai Sidang Jakarta pada Juni 1980, Remy menghadirkan sosok Yesus berkulit hitam dan Yudas berkulit putih. Yesus (diperankan oleh Martin Luther Meset, mantan anggota Black Brothers) naik becak. Pertunjukan itu heboh dan mengundang reaksi pelbagai kalangan, serta sempat membuat aparat gerah.


Saban selesai pertunjukan Remy langganan diinterogasi polisi atau tentara. Bahkan pernah setelah pementasan drama Indonesia Kamu Indonesia Kami di Gedung Stovia, Jakarta, pada Oktober 1973, Remy diinterogasi aparat 10 hari, tidak boleh pulang ke Bandung.


Toh, Remy tak surut langkah. Dia terus berkarya dan mengusung model teater terpadu yang mbeling. Model teater terpadu yang memanfaatkan musik--klasik, jazz, rock, pop, serta karawitan Jawa dan Sunda--disertai dengan tari menjadi ciri khas pertunjukan Remy bersama Dapur Teater 23761 sejak 1970-an hingga sekarang.


Semua lagu dalam pertunjukan teaternya kemudian diedarkan dalam bentuk kaset sejak 1973. Dari puluhan kaset, yang paling banyak mendapat tanggapan adalah Orexas dan Remy Sylado Company yang dirilis pada 1978. Para kritikus musik saat itu menyatakan dua volume kaset tersebut sebagai album musik yang antipasar dan seni perlawanan.


Lewat Orexas dan Remy Sylado Company, Remy seperti menantang arus. Lirik dan musiknya bukan jenis selera yang pasaran saat itu. Dalam Remy Sylado Company, yang diproduksi Irama Tara, ia menyanyikan puisi mbeling dalam irama rock dan country. Puisi mbeling, yang ditampung di majalah asuhannya, Aktuil, merupakan gaya ekspresi yang waktu itu menjadi mode anak muda.


Seperti naskah dramanya, lirik-lirik lagu karya Remy juga mbeling, nakal, kurang ajar, jenaka, dan satire. Dalam lagu Bromocorah dan Putrinya, misalnya, Remy mempertanyakan apa bedanya bromocorah (garong) dan koruptor jika sama-sama mendapatkan harta secara haram. Bromocorah dihukum, sedangkan koruptor justru dibiarkan berkeliaran. Inilah realitas Indonesia yang oleh Remy digambarkan sebagai ”negeri elok yang banyak cukongnya”.


Salah satu lagu yang dikenal luas dan menghebohkan: Surat Seorang Putra kepada Ibunya. Lagu ini merupakan bagian dari drama Taman Merdeka. Lirik lagu yang menghebohkan sehingga rekamannya kemudian ditarik dari peredaran pada 1973: Sedangkan Yesus Tuhanku juga mencinta pelacur.



NURDIN KALIM




Memotret Realitas Sosial dengan Gaya Nakal


Remy Sylado tergelak mengenang kenakalannya. Ia masih ingat polisi dan tentara menangkap dan memeriksanya sepekan penuh karena nekat menampilkan karyanya yang mengkritik pemerintah dan tentara pada 1970-an. “Tahun segitu, siapa berani maju sendirian mengkritik Orde Baru?” kata dramawan, novelis, dan seniman bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong itu.


Setelah pemeriksaan itu, Remy tak kunjung jera. Ia tetap melakukan perlawanan lewat pementasan drama dan puisi mbeling-nya. Lewat pementasannya, ia mengkritik realitas yang berkembang, dari korps loreng-loreng yang galak hingga korupsi pejabat. Alhasil, saban selesai penampilan ia selalu diperiksa aparat. “Tiga kali diperiksa di Jakarta. Di Bandung tak terhitung,” ujarnya terkekeh.


Menurut Remy, Orde Baru telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat. Saat itu pemerintah seperti anti terhadap perbedaan pendapat. Semua pikiran dan tindakan yang tak sama dengan pemerintah akan disikat. “Pemerintah maunya langsung tunggal. Padahal yang bener bhinneka dulu.”


Remy tak hanya melontarkan kritik terhadap pemerintah. Ia juga mengkritik perubahan tata nilai masyarakat, seperti kehidupan di Jalan Tamblong, Bandung, Jawa Barat. Remy mengamati Tamblong yang dipenuhi perempuan usia sekolah yang melacurkan diri. Para pelajar itu, kata Remy, mengikuti gaya hidup remaja San Francisco yang menjadi groupies atau pengagum band yang doyan hura-hura. “Mereka pelacur amatir,” katanya.


Remy menyatakan karya seni kontemporer harus membuka mata terhadap realitas kehidupan masyarakat. Imajinasi tak lahir sendiri. Imajinasi berpijak pada riset, juga pengamatan langsung ke lokasi yang akan dijadikan latar cerita. Bagi Remy, pengalaman langsung berada di tempat itu sangat perlu, karena nuansanya bisa lebih ditangkap. Jadilah Remy menelurkan drama Jalan Tamblong dan karya-karya lainnya yang juga sarat kritik sosial--baik naskah drama, puisi, musik, lagu, cerpen, maupun novel.


Seperti Jalan Tamblong, karya Remy lainnya juga blak-blakan menyebutkan kosakata vulgar, misalnya sekitar selangkangan yang saat itu tabu dibicarakan. Meski mengakui terkesan vulgar, Remy justru menyalahkan pikiran kotor dari pihak yang menabukan penyebutan alat reproduksi laki-laki dan perempuan. Remy menganggap keterbukaan atas alat kelamin justru mampu mengungkapkan keindahan seni yang lebih nyata. “Toh, kata-kata itu ada di kamus. Kenapa tidak digunakan?”



PRAMONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Cerita Rakyat Lutung Kasarung Dikemas dalam Pertunjukan Musikal

19 hari lalu

Pertunjukan musikal Lutung Kasarung yang digelar oleh Galeri Indonesia Kaya. Dok. Galeri Indonesia Kaya
Cerita Rakyat Lutung Kasarung Dikemas dalam Pertunjukan Musikal

Galeri Indonesia Kaya menghadirkan cerita rakyat Lutung Kasarung dalam format musikal bersama EKI Dance Company.


Pertunjukan Ariel Tatum Menari Ronggeng Gunung 3 Hari di Bandung

55 hari lalu

Ariel Tatum sebagai penari ronggeng di pementasan teater Sang Kembang Bale di NuArt Sculpture Park Bandung, 9 Agustus 2024. Foto: TEMPO| ANWAR SISWADI.
Pertunjukan Ariel Tatum Menari Ronggeng Gunung 3 Hari di Bandung

Ariel Tatum mengungkapkan perjuangannya menjadi penari ronggeng gunung untuk melakoni pertunjukan teater tiga hari di Bandung.


Siswa-siswi Binus School Simprug Gelar Pertunjukan Teater

3 Mei 2024

Siswa-siswi Binus School Simprug Gelar Pertunjukan Teater

Agenda rutin yang dilaksanakan setiap tahun ini melibatkan siswa-siswi SMA, mulai dari persiapan, pemain, penulisan cerita, kostum, hingga tata cahaya


Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus di Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung, Sabtu 14 Oktober 2023. (Dok.Bandoengmooi)
Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.


Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Pertunjukan seni longser gelaran Bandungmooi berjudul Pahlawan Kesiangan. Dok.Bandoengmooi
Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.


Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty. TEMPO/Charisma Adristy
Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal


Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.


Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Sejumlah pemain melakukan pertunjukan seni teater yang digabungkan dengan seni musik dan seni tari dengan lakon
Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.


Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Pertujukan Shiraath oleh Teater Rumah Mata di Metrolink Street Market, Kota Medan, pada Ahad, 10 April 2022. Dok. Teater Rumah Mata
Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.


Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

105 Tahun Gedung Wayang Orang Sriwedari
Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.