TEMPO Interaktif, Jakarta - Di negeri permai ini berjuta rakyat bersimbah luka anak kurus tak sekolah pemuda desa tak kerja...
Penggalan bait lagu Darah Juang yang begitu populer di kalangan aktivis mahasiswa itu mengiringi suara bergelora Happy Salma ketika membacakan puisi Bunga dan Tembok karya Wiji Thukul, korban penculikan pada zaman Orde Baru.
Sabtu (7/11) malam, ia hadir di pelataran Komisi Pemberantasan Korupsi bersama 30-an anggota Komunitas Mahasiswa Jakarta Raya memberikan dukungan terhadap Bibit dan Candra terkait dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh kepolisian.
"Saya kenal Bibit dan Chandra tiga tahun lalu ketika membawakan program KPK di TVRI. Bagi saya mereka loyal dengan pekerjaannya dan tidak mungkin menyeleweng," jawab Happy Salma kepada Tempo.
Apalagi, lanjut Happy, dakwaan terhadap dua pimpinan nonaktif KPK ini juga berubah-ubah, seperti, dugaan suap hingga menyalahgunakan wewenang. "Saya tidak mau menuduh siapa yang salah tapi yang jelas koruptor harus diganyang," ungkap Happy.
Karena ia seorang seniman, kata Happy, baginya puisi adalah cara yang tepat mengekpresikan kegusarannya. Ia sadar, korupsi yang membuat negeri ini hancur berkeping-keping. "Saya setiap hari melihat berita mereka di internet, koran, dan televisi. Kalau dipikir-pikir kasus ini mengalahkan rating sinetron," tambah dia lagi.
MUSTHOLIH