TEMPO.CO, Jakarta - Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu sasttawan legendaris Indonesia era 1940-an. Pramoedya Ananda Toer atau yang lebih dikenal dengan sapaan Pram ini telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan dalam 41 bahasa asing.
Dilansir ensiklopedia.kemdikbud.go.id, Pramoedya Ananta Toer merupakan anak sulung dari pasangan M. Toer dan Siti Saidah yang lahir di Blora, 6 Februari 1925. Ayahnya merupakan seorang guru yang mula-mula bertugas di HIS Rembang, kemudian menjadi guru sekolah swasta Boedi Oetomo dan menjadi kepala sekolah. Sementara ibunya adalah anak penghulu di Rembang.
Baca: Pramoedya Ananta Toer Berusia 97 Tahun, Netizen Ramaikan Lini Masa Twitter
Pramoedya Ananta Toer menempuh pendidikan sekolah dasar di Instituut Boedi Oetomo di Blora lalu melanjutkan pendidikannya selama satu setengah tahun di sekolah teknik radio Surabaya (Radiovakschool Surabaya) tahun 1940-1941. Pada 1942, Pramoedya Ananta Toer memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan bekerja di Kantor Berita Domei. Sembari bekerja, Pramoedya Ananta Toer mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942-1943), kursus Sekolah Stenografi (1944-1945) lalu menempuh kuliah di Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah.
Pada 1958, Pramoedya Ananta Toer memutuskan untuk bergabung sebagai anggota Pusat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI). Keputusannya ini menjadi awal polemiknya baik dengan sesama seniman golongan lain yang tidak sealiran maupun Pemerintah Indonesia kala itu saat masa Orde Baru. Pada 1962, Pramoedya Ananta Toer dipercaya sebagai redaktur Lekra.
Peristiwa Gerakan 30 September menggoreskan kenangan pahit dalam kehidupannya. Pramoedya Ananta Toer mengalami penangkapan pada 13 Oktober 1965 dengan perlakuan tidak terpuji dan dipenjara di Salemba, Cilacap hingga Pulau Buru. Selama sepuluh tahun, Pramoedya Ananta Toer hidup dalam pengasingan.
Setelah pengasingan berakhir, Pramoedya Ananta Toer menghasilkan banyak judul buku antara lain Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995) II (1996), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000). Beberapa di antaranya diterjemahkan ke Bahasa Belanda dan Inggris.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca juga: Anies Baswedan Resmikan TMTB di TPU Karet Bivak dari Fatmawati hingga Pramoedya Ananta Toer
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.