Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Review Film Wandering, Visual Puitis Suram, Penokohan Tak Berpihak

image-gnews
Poster film The Wandering. Foto: Istimewa
Poster film The Wandering. Foto: Istimewa
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Film Jepang Wandering karya sineas asal Korea, Sang Il Lee dirilis tahun ini. Sayangnya, film yang menghadirkan tiga bintang baru yakni Suzu Hirose, Tori Matsuzaka, dan Ryusein Yokohama ini tidak dapat disaksikan di bioskop. Tapi, film yang juga berjudul The Wandering Moon ini bisa ditonton di layanan streaming premium, Klik Film. 

Wandering diadaptasi dari novel berjudul sama karya Yuu Nagira. Film ini sudah dirilis pada Mei tahun ini dan mendapatkan kritik positif dari pemerhati film. Tata musik Wandering dipoles Marihiko Hara dan sinematografinya digarap Hong Kyung Pyo yang mendunia bersama Parasite, film terbaik Oscar 2020.

Perjumpaan 15 Tahun Kemudian

Film Wandering berkisah tentang Fumi Saeki (Tori Matsuzaka), pria berusia 19 tahun bertemu Sarasa Kanai (Tamaki Shiratori) yang tak berani pulang. Hujan turun dengan deras. Fumi menudungi Sarasa dengan payung lalu menawarkan berteduh di rumahnya. Suatu hari, saat bermain di danau, polisi menangkap Fumi. Sarasa dikembalikan ke keluarga. Perpisahan ini berlangsung dramatis. Fumi diseret ke pengadilan dengan tuduhan sebagai pedofil.

15 tahun berlalu. Sarasa (Suzu Hirose) yang bekerja di restoran siap menikah dengan anak orang kaya, Ryo (Ryusei Yokohama). Suatu malam, Sarasa diajak rekan kerjanya, Kanako (Shuri) minum kopi di sebuah kedai dengan suasana tak biasa. Alangkah syok Sarasa mengetahui pemilik kedai adalah Fumi, yang kini tak mengenalinya. Penasaran, Sarasa menyelidiki pria dari masa lalu tersebut. 

Potongan adegan film Wandering. Foto: Istimewa

Penokohan Tak Berpihak Protagonis dan Antagonis

Penokohan yang dibangun dengan alur maju mundur efektif mengunci atensi penonton. Wandering tak menjelaskan siapa protagonis dan antagonis. Wandering adalah pertemuan orang-orang dengan hidup kelam. Bahkan Ryo yang mentereng pun tak kalah kelam. Kanako yang terlihat santai dan ceria; adalah single parent dan memilih enjoy dengan jalan yang ekstrem.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertemuan orang-orang pahit ini menciptakan bom waktu yang siap meledak di babak akhir. Alur film ini lambat namun detail. Perkara naik tangga hingga menunduk saja, dibingkai dengan teliti dan diberi waktu untuk membangun mood.

Sang Il Lee membuat dunia Wandering cenderung remang-remang. Siang dibuat murung karena mendung. Senja tak pernah muncul dengan lanskap surya terbenam. Citra yang didapat dari visual macam ini adalah puitis cenderung pedih. Kondisi ini memaksa penonton yang terbiasa dengan alur para tokoh. Teknik ini berhasil. Audiens diposisikan tak 100 persen mengenal karakter.

Bahkan, 15 menit sebelum cerita berakhir pun, penonton baru mengetahui yang terjadi pada Fumi. Menariknya film ini, Yuu Nagira dan Sang Il Lee tak memihak pada tokoh-tokoh kunci dalam Wandering. Mereka objektif dengan tak membenarkan pedofil. 

Tetap memihak pada cinta seraya berempati pada kondisi psikis ketiga tokoh utama. Di ujung, Sang Il Lee membiarkan para tokoh melepas beban hidup karena pada dasarnya setiap insan berhak bahagia dengan cara masing-masing. Wandering memaknai disfungsi keluarga, getirnya hidup, rumitnya cinta, pengenalan diri, pengejaran kebahagiaan, dan paling penting: sikap tegas menolak segala bentuk kekerasan.

Baca: She Said: Investigasi Kekerasan Seksual pemicu Gerakan #MeToo

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Film Kereta, Saat Memahami Maaf Lewat Perbincangan Mudik, Bisa DItonton di Klik Film

6 hari lalu

Poster film Kereta. Foto: Klik Film.
Film Kereta, Saat Memahami Maaf Lewat Perbincangan Mudik, Bisa DItonton di Klik Film

Sesuai judulnya, film Kereta memang menyorot percakapan dua anak manusia di dalam gerbong kereta ekonomi.


Review Film Siksa Kubur: Horor Religi yang Dikemas Rapi dan Punya Makna Mendalam

12 hari lalu

Poster film Siksa Kubur. Dok. Poplicist
Review Film Siksa Kubur: Horor Religi yang Dikemas Rapi dan Punya Makna Mendalam

Siksa Kubur dimainkan oleh para aktor terbaik nomine dan penerima Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI).


The Iron Claw, Angkat Kisah Keluarga Pegulat Von Erich, Tayang di Klik Film

16 hari lalu

Poster film The Iron Claw. Foto: Klik Film.
The Iron Claw, Angkat Kisah Keluarga Pegulat Von Erich, Tayang di Klik Film

The Iron Claw tayang di bioskop Amerika mulai 23 Desember 2023, kita sudah bisa menontonnya secara resmi di Klik Film mulai 1 April 2024.


Godzilla X Kong: The New Empire, Melihat Perkembangan Karakter Kong Jadi Pemimpin Sejati

21 hari lalu

Godzilla x Kong: The New Empire. Foto: Warner Bros.
Godzilla X Kong: The New Empire, Melihat Perkembangan Karakter Kong Jadi Pemimpin Sejati

Godzilla X Kong: The New Empire menjadi film kelima dalam franchise MonsterVerse yang dituturkan perlahan tapi diimbangi visualisasi menarik.


Review Film Para Betina Pengikut Iblis 2, Budaya Klenik dan Pendalaman Karakter

24 hari lalu

Poster Para Betina Pengikut Iblis 2. Foto: Max Pictures.
Review Film Para Betina Pengikut Iblis 2, Budaya Klenik dan Pendalaman Karakter

Para Betina Pengikut Iblis 2, seperti halnya film pertama, penonton dibatasi usia 21 tahun ke atas


Review Film Keluar Main 1994, Dilema Remaja SMA yang Relatable

25 hari lalu

Poster film Keluar Main 1994. Foto: Finisia.
Review Film Keluar Main 1994, Dilema Remaja SMA yang Relatable

Film Keluar Main 1994 memadukan unsur budaya, edukasi, keluarga, dan asmara di kalangan anak SMA yang dekat dengan remaja Indonesia.


Review Film 24 Jam Bersama Gaspar: Adegan Laga hingga Senggol Isu Krusial

38 hari lalu

24 Jam Bersama Gaspar. Foto: Instagram/@24jambersamagasparfilm
Review Film 24 Jam Bersama Gaspar: Adegan Laga hingga Senggol Isu Krusial

Dengan penggunaan bahasa Indonesia baku, 24 Jam Bersama Gaspar membuat film ini lebih berkelas lantaran menjangkau penonton yang lebih luas.


Review Film Tanduk Setan: Antologi Cerita dan Pesan tentang Klenik

42 hari lalu

Poster film Tanduk Setan. Foto: Instagram.
Review Film Tanduk Setan: Antologi Cerita dan Pesan tentang Klenik

Film Tanduk Setan menggabungkan dua cerita antara kehidupan dan kematian ini di dalamnya terdapat selipan pesan yang bisa diresapi selama berpuasa.


Review Film Kuyang: Urban Legend dan Tradisi Khas Kalimantan

44 hari lalu

Poster film Kuyang. Foto: Instagram.
Review Film Kuyang: Urban Legend dan Tradisi Khas Kalimantan

Kisah Kuyang itu kemudian diangkat menjadi sebuah film yang diproduksi oleh Aenigma Picture dan disutradarai oleh Yongki Ongestu.


Review Film The Zone of Interest, Potret Keluarga Bahagia di Balik Tembok Penuh Kebrutalan

46 hari lalu

The Zone of Interest. Foto: Instagram/@klikfilm
Review Film The Zone of Interest, Potret Keluarga Bahagia di Balik Tembok Penuh Kebrutalan

Film The Zone of Interest menampilkan kengerian peristiwa Holocaust di Jerman pada Perang Dunia II tanpa memperlihatkan satu pun adegan berdarah.