TEMPO.CO, Jakarta - Wartawan dan pemilik Narasi Newsroom, Najwa Shihab mengungkapkan kegusarannya atas banyaknya korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan Malang. Korban tewas yang disebut sudah mencapai angka 150 orang itu, bermula dari kekalahan Arema FC dengan skor 2 - 3 melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
Melalui unggahan foto bendera Merah Putih setengah tiang tertancap di sudut lapangan, Najwa melepaskan kegusarannya. "Satu nyawa pun sudah terlalu banyak, sudah amat sangat banyak. APALAGI INI," tulisnya memulai kegusarannya.
Mantan wartawan Metro TV ini meminta semua pihak untuk terus melakukan evaluasi. "Klise? Jelas klise kalau evaluasinya cuma di permukaan. Apalagi kalau direaksi hanya dengan liga berhenti sesaat… lalu berlanjut seperti sedia kala, seakan semuanya baik-baik saja, hanya karena sudah mengeluarkan sanksi, sanksi, dan sanksi," tulisnya menyindir keputusan PSSI yang meniadakan kompetisi BRI Liga 1 selama sepekan dan menghukum Arema FC tidak boleh jadi tuan rumah hingga musim berakhir.
Najwa berpendapat, PSSI sama saja tidak melakukan evaluasi jika hanya bisa menyalahkan dan menghukum mereka yang paling rentan. "Sama sekali tidak menyentuh mereka yang punya kewenangan, dan berakhir hanya dengan semata ucapan belasungkawa," tulisnya melanjutkan seraya menyindir ungkapan belasungkawa yang dilakukan PSSI.
Bagi Najwa Shihab dan jutaan maIyarakat Indonesia, ratusan orang menjadi korban dalam insiden ini benar-benar merupakan tragedi luar biasa besar. Ia mengingatkan, kejadian ini bukan lagi merupakan tragedi sepak bola Indonesia saja. "Ini sudah tragedi bagi bangsa Indonesia. Langkah-langkah luar biasa mutlak dilakukan oleh semua otoritas tertinggi di negeri ini untuk menghukum yang bersalah, merombak yang memang harus dirombak," tulisnya.
Perempuan yang akrab disapa Nana itu menyentil kalimat, "ini tanggung jawab BERSAMA," itu berarti TIDAK ADA yang bertanggung jawab." Menyiratkan keinginan lepas tangan. Jadi mari kita kawal sama-sama. Tragedi ini wajib diusut tuntas," tulisnya.
Tragedi Kanjurahan ini bermula dari kekalahan Arema FC melawan Persebaya. Aremania yang marah timnya kalah, merangsek masuk ke lapangan. Adapun yang tribun merupakan ibu-ibu dan anak-anak yang diajak ikut menonton pertandingan bertensi tinggi itu. Polisi berusaha mengejar penonton yang masuk ke lapangan dengan pentungan. Selain itu, polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun, hal yang sudah dilarang FIFA. Akibatnya, penonton kocar-kacir, sesak napan, dan terinjak-injak.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Tewaskan 127 Orang, Krisdayanti dan Ridwan Kamil Ungkap Duka Cita
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.