TEMPO.CO, Bandung - Pematung, Rita Widagdo, 83 tahun, mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement Award dari Selasar Sunaryo Art Space di Bandung, Jumat, 26 November 2021. Anugerah itu diberikan atas dedikasi dan kerja sepanjang hayat Rita Widagdo sebagai seniman patung dan pendidik.
Penghargaan itu baru pertama kali dibuat Selasar Sunaryo, dan rencananya tidak untuk diberikan secara rutin. Penghargaan hanya akan diberikan pada sebuah momen dan sosok yang dianggap tepat.
Rita Widagdo dinilai punya posisi yang sangat unik dalam alur seni rupa modern Indonesia. Selain itu, sosoknya dianggap sangat mempengaruhi mahasiswa dan generasi seniman setelahnya.
Sebelumnya, Selasar Sunaryo menggelar pameran tunggal Rita Widagdo dengan judul Ekuilibrium yang berlangsung 17 September hingga 24 Desember 2021. Persiapan pameran selama dua tahun itu juga dibarengi riset tentang seniman dan kiprahnya selama sekitar setengah abad.
Para panelis yaitu Bambang Sugiharto, Yuswadi Saliya, Iwan Meulia Pirous, Aminudin TH Siregar, Agung Hujatnikajennong, dan Sunaryo menilai Rita Widagdo layak diganjar penghargaan sepanjang hayat.
Baca Juga:
Lifetime Achievement Award diberikan atas dedikasi dan kerja sepanjang hayat Rita Widagdo sebagai seniman patung dan pendidik. (Foto: Prima Mulia)
Seorang panelis, Aminudin TH Siregar mengatakan, Rita Widagdo memberikan perspektif yang berbeda pada seni patung modern Indonesia sejak aktif pada 1970-an. “Bu Rita mengeksplorasi soal garis, sementara umumnya patung cuma soal bentuk-membentuk,” katanya, Jumat, 26 November 2021. Suntikan segar dari Rita pada eksplorasi garis itu dinilainya juga menawarkan proses rasional dalam mematung.
Pematung asal Jerman kelahiran 26 November 1938 itu bernama asli Rita Wizemann. Widagdo, suaminya membawa Rita ke Indonesia pada 1965. Berbekal gelar master dari Akademi Seni Rupa Stuttgart, Jerman, pada 1964, Rita lantas mengajar di ITB dan mengembangkan Studio Seni Patung bersama But Muchtar dan Gregorius Sidharta.
Setelah 38 tahun di ITB, Rita pensiun pada 2003. Menurut kurator pameran Nurdian Ichsan, karya patung Rita cenderung abstrak dan formalis dengan corak elemen seperi garis, bentuk, dan warna.
Abstraksi bagi Rita adalah mengolah suatu objek yang bisa bersifat nyata. Perenungan diperlukan untuk mencapai tipikal, sifat esensial, dan asal usul. Proses pengolahan objek yang bersifat nyata menurut Nurdian, sering disebut juga dengan menyederhanakan atau mereduksi bentuk.
Rita Widagdo melahirkan ratusan karya selama lima dekade tinggal di Indonesia. Patungnya yang bersifat personal terintegrasi dengan keperluan arsitektural, juga hadir di ruang publik. Beberapa patung monumental Rita tersebar mulai dari Rottweil, Aceh, hingga Papua. Di antaranya berjudul Dinamika dalam Gerak (1973) di Slipi, Jakarta, kemudian Continuity (1989) di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, serta Tugu Parameswara (2003) di Palembang yang diresmikan pada pembukaan PON XVI.
ANWAR SISWADI
Baca juga: Wisata Seni Selasar Sunaryo Art Space Bandung: Pameran Patung, Arsitektur, Foto