TEMPO.CO, Jakarta - Novelis, Abdulrazak Gurnah, 72 tahun, memenangkan Hadiah Nobel Sastra 2021 atas penetrasi tanpa kompromi dan belas kasihnya terhadap efek kolonialisme dan nasib pengungsi, kata badan pemberi penghargaan Nobel pada Kamis, 7 Oktober 2021.
Menurut laman Universitas Kent, Gurnah lahir 1948 di Zanzibar, Tanzania. Gurnah datang ke Inggris pada 1964, sebagai pengungsi. Ia kemudian menjadi mahasiswa di sana. Pria yang bergelar professor ini pernah menjadi pengajar Sastra Inggris dan pascakolonial di Kent’s School of English, University of Kent.
"Saya menulis dalam satu bahasa, dalam Bahasa Inggris, dan saya membawa dalam lanskap imajinatif dari budaya dan bahasa lain, dan itu menurut saya menghasilkan harmonisasi yang dinamis dan menarik," katanya dalam sebuah wawancara dengan Magill pada 5 Maret 2010.
Gurnah juga dikenal sebagai penulis untuk sepuluh novel terkenal yang sering masuk seleksi pernghargaan. Novelnya seperti Memory of Departure, Pilgrims Way, Dottie, Paradise masuk dalam daftar Booker Prize dan Whitbread Award. Sementara untuk karyanya seperti Admiring Silence, By the Sea masuk dalam daftar Booker Prize dan Los Angeles Times Book Award. Buku Desertion masuk dalam Commonwealth Writers’ Prize.
Abdulrazak Gurnah di Panel Hebron, 31 Mei 2009.[Wikimedia]
Ia juga menulis buku The Last Gift, Gravel Heart, dan Afterlives, yang masuk seleksi Orwell Prize untuk Fiction 2021 dan Walter Scott Prize. Novelnya yang terakhir, Afterlives diterbitkan oleh Bloomsbury. Gurnah juga pernah menjadi juri untuk Man Booker Prize di 2016. Ia menjadi editor untuk buku The Cambridge Companion to Salman Rushdie, yang diterbitkan oleh Cambridge University Press, November 2007.
Untuk bukunya yang berjudul Gravel Heart, Gurnah menjelaskan pesan yang ingin ia sampaikan. "Ceritanya tentang tumbuh dewasa dengan perasaan yang menyimpan hal-hal tersembunyi darimu," katanya dalam wawancara yang ditayangkan di kanal Youtube Wasafiri,empat tahun lalu.
Abdulrazak Gurnah yang saat ini tinggal di Canterbury, Inggris adalah penulis Afrika pertama yang memenangkan penghargaan Nobel Sastra sejak Doris Lessing dari Zimbabwe pada 2007. Ia juga menjadi penulis kulit hitam kedua dari Afrika sub-Sahara setelah Wole Soyinka dari Nigeria, yang menang pada 1986.
Dikutip dari Reuters, 7 Oktober 2021, novel-novelnya termasuk Paradise, yang berlatar belakang kolonial Afrika Timur selama Perang Dunia Pertama. Novel itu terpilih untuk Booker Prize for Fiction.
Abdulrazak Gurnah meninggalkan Afrika sebagai pengungsi pada 1960-an di tengah penganiayaan warga keturunan Arab di Zanzibar. Daerah ini merupakan kawasan ia dibesarkan ketika ada pembebasan damai dari pemerintahan kolonial Inggris menyebabkan sebuah revolusi.
DEWI RETNO | TWITTER | REUTERS | MAGILL
Baca juga: Novelis Tanzania Abdulrazak Gurnah Menang Nobel Sastra