TEMPO Interaktif, BANDUNG:--Bendera merah putih harus dipasang di depan rumah keluarga Parjo. Jika tidak, anaknya akan diejek teman-temannya dan istrinya
ketakutan dicap komunis. Parjo kalut. Satu-satunya bendera telah koyak dan tak layak dikibarkan. Tayangan Soeharto sedang berpidato muncul di televisi Parjo akhirnya nekat. Besoknya, tepat di Hari Kemerdekaan, ia ditahan karena mencuri bendera.
Itu adalah kisah dalam film Merah Putih di Rumah Parjo hasil tim sineas dari Yogyakarta. Dari Bandung, film komedi satir berjudul Seratus Kata tak kalah menarik. Ceritanya tentang pembatasan bicara oleh pemerintah dimana masing-masing orang hanya boleh bicara 100 kata per hari. Menurut sutradara film itu, Yusuf Wijanarko, idenya mengambil dari sebuah puisi.
Selain itu, dua film dari program Film Gue Cara Gue itu dan empat film program Bikin Film Bareng Artis, ditayangkan tanpa henti saat acara LA Lights Indie Movie 2008 di Universitas Maranatha, Bandung, Rabu, pekan lalu. Masing-masing film berdurasi 10 menit atau total mencapai sekitar dua jam disertai talkshow. Diantaranya bersama artis yang kali ini menjadi produser, yaitu Indra Birowo dan Agus Ringgo.
Indra Birowo menggarap film Cahaya Gelap yang bergenre horor. Sementara film besutan Agus Ringgo berjudul Mengejar Untung sebagai penutup acara, walau belum selesai diproses namun cukup menghibur. Dua artis lain yang beralih menjadi sutradara film pendek itu adalah Wulan Guritno dan Olga Lydia.
Menurut program manajer acara itu dari Yayasan SET, Anastasia Rina, baru kali ini pihaknya mengajak artis profesional dan menjadikan mereka sebagai produser. Pegiat film indie dari berbagai daerah juga diberi kesempatan untuk magang menjadi pekerja film bersama mereka.
"Kalo tema tahun ini yang jelas soal anak muda, persahabatan, dan komunitas," katanya. Tema yang kuat dengan isu lokal dipilih lalu dikerjakan oleh masing-masing tim. Menurut Anastasia, panitia menilai kedelapan tema film yang diangkat itu menarik untuk dkerjakan.
Minat peserta tahun ini, menurut Anastasia cukup tinggi. Panitia harus menyaring 500-an pendaftar hingga susut menjadi 50 orang. Mereka kemudian dibekali workshop di beberapa tempat dengan berbagai tema soal pembuatan film. Setiap tim indie dibiayai Rp 20 juta untuk membuat film, sementara yang ditangani artis sebesar Rp 50 juta. Dana itu, kata Anastasia, harus pandai-pandai diatur. Lama pengambilan gambar misalnya jangan sampai empat hari.
Menurut seorang peserta, Yusuf Wijanarko, dirinya banyak mendapat ilmu dan teman dari pelatihan itu. Namun ia menilai, indie movie ini belum bisa membebaskan keinginan pembuat film untuk berkarya. Pemilihan tema, contohnya, harus didiskusikan alot dan lama dengan pengawasnya. Pendanaan dari pihak sponsor juga, kata mahasiswa Sastra Unpad itu, tidak sesuai dengan semangat indie.
Dari catatan panitia, sekitar 350 orang umumnya mahasiswa, menonton karya sineas-sineas muda yang selama ini gemar membuat film indie atau independen itu.
Anwar Siswadi