TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jepang berencana untuk meninjau aturan hak cipta untuk mencegah kemungkinan pelanggaran hukum oleh pemain peran kostum alias cosplay di sana. Dikutip dari Kantor Berita Kyodo, Minggu 31 Januari 2021, hal itu dilatari karena jumlah orang yang berdandan sebagai karakter animasi dan permainan itu terus bertambah.
Meskipun mengenakan kostum karakter tidak melanggar hak cipta, pelanggaran dapat terjadi jika seseorang dibayar untuk melakukannya, seperti tampil di suatu acara. Shinji Inoue, menteri yang bertanggung jawab atas strategi "Cool Japan" untuk promosi budaya pop Jepang di luar negeri, mengatakan pada hari Jumat 29 Januari 2021 bahwa pemerintah berencana untuk meninjau aturan hak cipta komersial mengenai penggunaan wajar pada akhir tahun fiskal pada bulan Maret.
"Untuk lebih mempromosikan budaya 'cosplay', penting untuk memiliki lingkungan di mana orang dapat merasa aman dan bersenang-senang," kata Inoue.
Baca: Jakarta Cosplay Parade 2019 Memperebutkan Hadiah Rp 130 Juta
Pemerintah tidak berencana merevisi undang-undang hak cipta karena khawatir peraturan yang lebih ketat akan membuat orang menjauh dari cosplay. Alih-alih, ia berencana untuk membagikan contoh spesifik situasi di mana cosplayer mungkin diminta membayar hak cipta untuk meningkatkan kesadaran.
Pemerintah telah mendengar pendapat dari para kreator serta pemain cosplay, termasuk Enako, yang telah ditunjuk sebagai duta besar pemerintah Jepang untuk masalah ini. Beberapa cosplayer telah menunjukkan perlunya kerangka kerja yang memungkinkan mereka menghubungi pemegang hak cipta untuk mendapatkan izin.
Taro Yamada, anggota Komisi Riset Strategi Kekayaan Intelektual Partai Demokrat Liberal, telah mengusulkan pembuatan database untuk memudahkan orang mengidentifikasi pemegang hak cipta. "Kami membutuhkan kerangka kerja untuk melindungi kreator dan pemain cosplay," kata Yamada.