TEMPO.CO, Jakarta - Seniman Adhya Ranadireksa menggelar pameran tunggal berjudul Sinkretisme di Galeri Orbital Dago, Bandung, mulai 17 November hingga 17 Desember 2020. Karya lukisannya mengangkat persoalan hidup beragama di Indonesia yang bergejolak dan mengancam toleransi. Simbol figurnya tampil dalam bentuk keledai dan campuran atau hibrida.
Seekor keledai berbulu kecoklatan misalnya, digambarkan membawa tumpukan dinamit di punggungnya. Kakinya berpijak pada sebatang pohon yang datar dengan sekumpulan bebungaan dan tengkorak. Burung-burung putih ikut beterbangan di sekitar kepalanya. Karya lukisan cat minyak berukuran 150 x 100 sentimeter itu disematkan judul The Faith.
Pada karya lukisan lainnya, seniman kelahiran Bandung pada 1972 itu menggambar sosok keledai hibrida yang tersirat pada judulnya. Misalnya Kelemau, campuran keledai dengan harimau, Kelunta yaitu keledai dan unta, juga keledai dengan kadal yang dinamakan Keledal. Gambarnya berlatar habitat satwa campurannya.
Lukisan berjudul Keledal karya Adhya Ranadireksa dalam pameran tunggal Sinkretisme. (Dok.Orbital)
Kurator pameran Rifky Effendy mengatakan keledai sebagai simbol utama pada karya lukis Adhya bermakna suatu nilai kebodohan, tak berpikir atau hanya ikut-ikutan. Selain itu ada makna lain dari karakter keledai seperti pekerja keras dan sahabat petani atau penjelajah. “Penggabungan dengan bentuk hewan lainnya memberikan makna hibrida, paradoks, menyindir, sinis, sekaligus jenaka,” katanya.
Lewat figur semacam itu Adhya mendekati persoalan sinkretisme atau proses peleburan aneka pemahaman kepercayaan atau aliran agama di negeri ini. Lukisan berjudul Isim misalnya memuat tulisan – tulisan Arab (pegon) pada jimat yang dipercaya sebagian masyarakat. Namun dalam pameran ini, seniman lulusan Istituto Europeo Design di Roma Italia itu tidak secara lugas menampilkan konflik dan ancaman terkait sinkretisme.
Menurut Rifky, seniman menampilkan lapisan masalah yang tidak kasat mata. Posisi melihatnya pun berada di antara pihak yang bermasalah. Adhya dengan sengaja melahirkan ambiguitas persepsi, agar orang bebas memaknai lukisannya.
Pengelola galeri membuka pintu kunjungan setiap hari dari pukul 09.00-20.00 WIB tanpa biaya masuk. Protokol kesehatan seperti memakai masker dan menjaga jarak berlaku bagi setiap pengunjung.
ANWAR SISWADI