TEMPO Interaktif, Jakarta: Tiga ekor katak dalam tiga warna, yakni merah, hijau, dan putih, asyik bercengkerama di dalam kolam. Gaya mereka gampang mengundang tafsir. Ketiganya sedang mempraktekkan adegan yang gampang ditemui di film-film biru. Gerakan arus kolam menjadi latar keindahan yang kian menghanyutkan.
Bagi pelukisnya, Made Adis Suardana, ulah ketiga katak itu merupakan gambaran harmoni kehidupan. "Apa harus juga dianggap porno?" ujarnya.
Karya Made Adis Suardana itu, bersama karya 14 pelukis muda Bali lainnya, kini dipamerkan di gedung Persatuan Wartawan Indonesia Denpasar, 14-17 Oktober. Pameran ini dimaksudkan untuk menyuarakan penentangan terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi. Obyek lukisan yang dieksplorasi adalah perilaku binatang yang melakukan hubungan seksual.
Menurut koordinator perupa, I Made Agus Suwesnawa, binatang dijadikan simbol karena sebagaimana manusia, bagi mereka seks adalah sesuatu yang alamiah dan personal. "Sangat aneh kalau negara juga ingin mengatur urusan itu," ujarnya, Senin malam lalu, seusai pembukaan pameran.
Dia khawatir pemerintah akan menjadi terlalu sibuk dengan urusan yang sebenarnya sangat sederhana itu ketimbang mengurusi masalah publik, seperti kemiskinan dan kebodohan.
Suwesnawa sendiri menampilkan karya patung yang menggambarkan seekor celeng betina sedang diburu oleh sejumlah pejantan. Salah-satunya bahkan sudah berhasil mencengkeram bagian belakang sang celeng betina.
Bagi dia, adegan itu adalah potret keserakahan kaum laki-laki dan penindasan terhadap kaum perempuan, termasuk dalam mengatur masalah seksualitas. RUU Pornografi, menurut dia, sekali lagi menjadikan perempuan sebagai obyek keserakahan itu.
Dalam lukisan bertajuk Belalang Tempur, pelukis lainnya, I Nyoman Tarka, menampilkan adegan percintaan di udara dua ekor belalang. Uniknya, Tarka memberi warna belalang layaknya sebuah pesawat tempur modern yang sedang mengawasi medan perang. Dia seperti ingin menyatakan, seks bahkan tetap sangat dibutuhkan di masa perang.
Sementara itu, Anden Pundy berusaha memasuki wilayah yang sublim dengan menampilkan perkembangbiakan mikroorganisme. Hasilnya adalah sebuah lukisan abstrak yang menyiratkan gerakan saling-silang makhluk paling kecil dalam rantai kehidupan itu. Mereka berkelebat cepat untuk memenuhi ruang hidup.
Pengamat sosial dan aktivis lembaga swadaya masyarakat Ngurah Karyadi, yang menjadi kurator dalam pameran ini, menyatakan, kesibukan para perupa menafsirkan seksualitas pada binatang merupakan sindiran bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang sibuk membahas RUU Pornografi.
Dia menegaskan, kecurigaan terhadap naluri hewani yang berujung pada sebuah undang-undang merupakan perampasan terhadap hak dasar manusia. "Kita semua akan kehilangan otoritas terhadap tubuh kita sendiri," ujarnya.
Rofiqi Hasan