TEMPO Interaktif, Jakarta: Masih ingat lagu Tombo Ati karya penyanyi Opick, Pintu Sorga yang diaransemen ulang grup musik GIGI, dan Andai Kutahu karya grup musik pop Ungu? Ketiga lagu religius ini ngetop beberapa tahun lalu. Ramadan tahun ini ketiganya menerbitkan kembali album musik religius. GIGI dengan album Jalan Kebenaran; Opick lewat album keempatnya, Cahaya Hati; dan Ungu lewat album Dengan Nafas-Mu. Album ini laris manis hingga meraih penghargaan double platinum.
Seperti tahun lalu, kesuksesan mereka mengilhami sejumlah penyanyi lain untuk ikut menerbitkan album musik religius dalam momentum Ramadan tahun ini. Sebut saja trio dadakan Intan Nuraini, Melanie Putria, dan Revalina S. Temat dengan lagu Taqwa dari album kompilasi religi yang digarap Rossa. Lalu ada duo musisi yang tergabung dalam Tantra dengan hit Takkan Pernah Berakhir, Magneto Band dengan Doa, dan Afgan Syahreza lewat karya PadaMu Kubersujud.
Kemunculan album berciri islami ini bak jamur yang merekah di musim hujan. Latah? Tak semuanya. Tapi beragam alasan yang menjadi motivasi mereka. Mulai coba-coba, beribadah, mengubah image, hingga memenuhi selera pasar. Tantra, misalnya. Meski album perdananya beraliran pop rock, duo pasangan suami-istri Heriawan dan Joanne ini memperkenalkan diri sebagai pembawa lagu religius.
Sebagian mereka tak keberatan dinilai ikut-ikutan. "Kalau ikut-ikutannya ke arah positif, ya, nggak jadi masalah," kata Joanne. Jawaban tersebut senada dengan Armand Maulana. "Kalau jadi pada ramai bikin album religius, ya, boleh saja," kata Armand. Dengan catatan, menurut vokalis GIGI ini, pembuatan album religius haruslah dilakukan sepenuh hati. "Bukan berniat jualan, tapi memang ingin benar-benar bersyiar," katanya.
Karena motifnya beragam, tak mengherankan jika kualitasnya juga beragam. Beberapa karya pendatang baru, misalnya, terasa hambar dan biasa-biasa saja. Boleh jadi ini lantaran mereka datang dengan berbekal semangat membara tapi dengan modal musikalitas seadanya. Bahkan, menurut pengamat musik Indra K. Thamrin, ada yang sekadar tempelan. Maksudnya, sebetulnya melodinya pop, lalu ditempeli lirik yang bertema cinta kepada Tuhan. "Parahnya, kalau lirik diganti, dengan mudah lagu itu berubah menjadi lagu biasa," katanya.
Menciptakan lagu religius, menurut Indra, memang tak gampang. Harus ada kesatuan melodi dan lirik, yang kadang membutuhkan proses yang memakan waktu. Indra mencontohkan, proses yang dijalani Harry Roesli, komposer musik kontemporer asal Bandung. Indra menuturkan bahwa Harry Roesli dalam menciptakan lagu-lagu religius melalui proses panjang dan penuh perjuangan. Bahkan lagu-lagu itu tidak dipublikasikan karena itu semata bentuk cinta dan ibadahnya kepada Tuhan.
Sekadar untuk diketahui, Harry Roesli, selain dikenal melalui musik kontemporer dan progresif rock, menulis lagu religius antara lain Manusia Baru dan Liang Lahat. Lagu yang ditulis pada Ramadan 1990-an ini pernah dibawakan Titiek Puspa.
Aguslia Hidayah