TEMPO Interaktif, Jakarta: Ratih Sanggarwati turun dari catwalk, lalu memutuskan untuk mengenakan busana muslimah. Ia tak membuat Ratih jauh dari urusan busana. Peragawati yang kondang pada 1980-an itu malah menjadi panutan dalam berbusana. Kini pengikutnya, menyandang busana Islami yang menutup aurat.
Di luar urusan busana, Ratih menapaki dunia yang sebelumnya tak pernah dijalani. Ia sibuk berbisnis, berorganisasi, berbicara dalam seminar, juga sering diundang untuk membacakan puisi. "Saya bisa hidup dari puisi," ujarnya.
Masih ada lagi kesibukan yang cukup menantang. Desember tahun lalu Ratih dilantik oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono menjadi Duta Perempuan Perkasa. Tugasnya menyalurkan kredit kepada pengusaha perempuan yang bergerak di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.
Barangkali ini berkah dari keputusannya berhijrah ke jalan Tuhan. Keputusan itu tak datang begitu saja. Menurut None Jakarta 1983 itu, hatinya tergerak untuk menutup aurat dan mempelajari Islam ketika ayahnya berpulang delapan tahun lalu. Ayahnya, yang gemar melukis dan menulis cerpen, punya beberapa keinginan yang belum teraih, di antaranya menggelar pameran lukisan dan membukukan cerpen.
Ratih ingin mewujudkan keinginan itu. Karena itu, ia mesti "melobi" Allah lebih dulu. Untuk keperluan melobi itu, Ratih memulainya dengan cara mentaati perintah-Nya, termasuk menutup aurat. Bagaimana keseharian Ratih? Tempo mengikuti kegiatan Ratih yang padat. Bacaa Koran Tempo edisi Ahad (28/9).
Erwin Daryanto