TEMPO Interaktif, Jakarta: Permainan arpeggio Dewa Budjana pada gitar Flying Parker-nya meluncur bening dan lembut, memandu harmonisasi empat vokal yang dilantunkan Abu Bakar Md. Yatim, Amran Ibrahim, Che Amran Idris, dan Zulfadli bin Mustaza.
Nama empat vokalis pria itu pastilah kurang akrab di telinga penikmat musik pop Indonesia. Tapi sebutkan nama kelompok yang melambungkan nama mereka sejak hampir satu dekade silam, Raihan, maka decak kagum akan terlontar bersamaan dari setiap pendengar: "Pantas!"
Silih berganti empat penyanyi dari Malaysia itu menyanyikan Al I'tirof, syair yang konon digubah oleh Abu Nawas dan di Indonesia lebih populer dengan judul Tombo Ati. Lalu denting arpeggio Budjana berhenti sejenak, berubah menjadi distorsi box chord yang pejal, memberi jalan bagi masuknya vokal Armand Maulana, vokalis GIGI yang gemar menggunakan nasal voice dalam lagu-lagunya.
Bangunan lagu mendadak menjadi kukuh dengan masuknya dentum bas Thomas Ramdhan dan entakan drum Gusti Hendy yang energetik. Armand, yang berdiri di tengah-tengah keempat vokalis Raihan sehingga membagi mereka menjadi dua bagian, juga tak bisa hanya mengayunkan tubuh seperti dilakukan rekan-rekannya dari negeri jiran itu. Armand menggeliat, terhuyung, melentingkan tubuhnya, seperti lazimnya dia bernyanyi.
Lalu musik kembali mendadak padam, menyisakan kor empat suara yang kini melafazkan syair itu ke dalam bahasa aslinya, bahasa Arab: Ilahi lastu lil firdausi ahlan/wa laa aqwa a'alaan naaril jahiimi ... (Tuhanku, sungguh aku tak pantas masuk surga-Mu/tapi aku juga takut masuk neraka-Mu….)
Apa yang tersaji di panggung Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Selasa malam lalu (9 September) pada pertunjukan "Marhaban Ya Ramadhan (The Spirit of Ramadhan)" itu, adalah sebuah kolaborasi yang tak hanya mengejutkan, tapi juga sukses meramu kekuatan dua kelompok musik yang berbeda genre: GIGI dan Raihan. Kredit terbesar tentu harus diberikan kepada Erwin Gutawa, music director, yang membubuhkan aransemen orkestrasi 60-pieces di sana-sini.
Sebelumnya, Al I'tirof/Tombo Ati juga terlontar dari tenggorokan Opick, yang mampu membuat hampir seluruh penonton ikut bersenandung mengikutinya. Sebetulnya saya masih mengharapkan adanya satu versi I'tirof lagi yang pernah dipopulerkan Haddad Alwi beberapa tahun silam.
Dalam albumnya dengan Sulis--yang saat itu masih kanak-kanak--Haddad melantunkan syair tersebut dalam baluran aransemen piano akustik. "Ustad Haddad Alwi sudah ditawari untuk tampil, tapi saat ini konsentrasi beliau ke bidang dakwah," ujar Tatang Suherman, Presiden Director Venusa Production, yang menggagas acara, kepada Tempo.
Sulis sendiri tetap tampil. Vokal masa kanak-kanaknya, yang tinggi melengking dan begitu terkenal sewaktu menyanyikan Ya Thayyibah dan Ummi hampir sepuluh tahun lalu, masih bisa dipertahankan penyanyi yang kini memasuki tahun pertama kuliah di Jurusan Psikologi Universitas Paramadina itu. Sonoritas vokal soprannya sekarang masih lihai menjangkau nada-nada tinggi dengan mulus.
"Ini pertunjukan yang saya tunggu terwujud sejak abad ke-20, tapi baru bisa terjadi di abad ke-21," ujar penyair Taufiq Ismail, yang ikut mendeklamasikan sajaknya pada acara itu. The Spirit of Ramadhan juga mempertemukan kembali Taufiq, penulis syair sejumlah lagu Bimbo, dengan trio kakak-adik Sam, Jaka, dan Acil di atas panggung. Termasuk pada lagu Ada Anak Bertanya pada Bapaknya, yang diciptakan 35 tahun silam dan malam itu dibawakan secara kolaboratif antara Bimbo dan Ungu.
Peta musik yang untuk kepentingan industri dinamai “musik religi” ini memang sedang berubah. Meski sebelum invasi trio asal Bandung itu dalam jagat lelantunan suci sudah ada lagu-lagu ilahiah, misalnya dari album kasidahan yang dirilis Koes Plus, di tangan Bimbo-lah identitas “musik religi” mendapat citra barunya selama hampir tiga dekade tanpa tandingan.
Dwiki Dharmawan pernah mencoba menerobos kondisi status quo itu dengan menggandeng penyair A.G.S. Arya Dipayana dalam menggubah Dengan Menyebut Nama Allah yang dipopulerkan Novia Kolopaking (juga oleh Rita Effendy dan sejumlah penyanyi lain). Tapi setelah itu Dwiki disibukkan dengan proyek regulernya mengelola grup Krakatau dan sekolah musik Farabi.
Walhasil, dobrakan terhadap dominasi Bimbo yang terasa cukup signifikan bisa dihitung jumlahnya. Dua yang terbilang sukses adalah GIGI dan Ungu, dua kelompok yang sukses menempatkan masing-masing satu kaki mereka baik di ranah pop maupun musik religius. "Sekarang kondisinya memang sudah berubah," ujar Hendy, pemain drum GIGI. "Lagu-lagu religius kami juga sering diminta penonton dan kami bawakan dalam konser reguler," katanya kepada Tempo. GIGI, yang pernah mendaur ulang lagu kasidah Perdamaian dengan memberi warna alternative rock, menjelang bulan puasa kali ini meluncurkan album Jalan Kebenaran.
Kisah unik justru terjadi pada kelompok Ungu, mantan pengusung gothic rock dengan pakaian serba hitam, rambut gondrong, dan sepatu lars tinggi yang memapras pendek rambut mereka dan berganti busana dengan warna-warna lebih cerah. Wajah baru Pasha sang penyanyi, yang lebih klimis, dengan cepat menaklukkan hati banyak wanita. Lagu “perselingkuhan total” Ungu yang berjudul Kekasih Gelapku diterima sama baiknya oleh publik dengan lagu “kepasrahan total” terhadap menumpuknya dosa dalam Andaiku Tahu.
Konser yang juga menyertakan Gita Gutawa dan selipan acara mulai dari Azan Pitu (azan yang dikumandangkan tujuh orang khas Cirebon), suluk (dengan vokal sinden legendaris Waljinah yang berhalangan hadir di pentas), hingga didong Aceh itu dihadirkan melalui struktur panggung dua lantai dan tata lampu yang sangat cermat garapan Jay Subyakto. Kolaborasi estetika Erwin-Jay terlihat makin sublim dan saling menguatkan satu dengan yang lain. Ditambah dengan hampir tak adanya problem sound system--yang lazim terjadi pada pentas musik Indonesia--The Spirit of Ramadhan adalah sebuah konser yang patut diulang dan dipancarluaskan agar semakin banyak khalayak yang tahu: ada banyak cara untuk mengekspresikan cinta kepada agama.
Akmal Nasery Basral