TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 40 koreografer muda dari seluruh penjuru Tanah Air memamerkan karya mereka selama tiga hari, mulai 27 April sampai 1 Mei 202. Bertajuk Distance Parade, video koreografi mereka diunggah melalui saluran youtube budayasaya.
Koreografer Hartati dan beberapa koreografer muda menyeleksi para peserta. Tak kurang dari 233 penari yang mengajukan lamaran. Namun panitia hanya menerima 40 orang saja. "Saya terharu, begitu banyak sekali yang ingin berkarya, banyak wajah baru yang potensial," ujar Hartati kepada Tempo, melalui aplikasi pesan, Rabu, 29 April 2020.
Di antara 40 peserta terpilih ini terlihat beberapa koreografer atau penari yang sudah terkenal. Mereka adalah Otniel Tasman, Ayu Permatasari, Boby Ari Setiawan, dan Mugiyono. Meski begitu, menurut Hartai, tak sedikit wajah-wajah baru yang cukup menarik karyanya.
Program ini tayang perdana pada 27 April 2020, setiap pukul 16.00 WIB. Ada sembilan penari atau koreografer yang menyuguhkan karya mereka. Umumnya dari narasi atau teks singkat, mereka kemudian bercerita tentang situasi menghadapi pandemi.
Rasa sepi, gelisah, ketakutan, terisolasi, terpisah jarak, ruang rindu, rasa syukur, dialog pikiran, masa karantina dan sebagainya. Hingga hari keempat, para koreografer dan penari memperlihatkan karya yang cukup menarik dengan iringan musik yang beragam.
Penari Fitrya Ali Imran atau Ira FAI menunjukkan gerak tari Limen dengan menggunakan properti sapu lidi. Foto: Youtube Distance Parade
Seperti sinopsis tari karya Fitrya Ali Imran (Ira FAI) yang berjudul Limen. Penari dari Sulawesi Selatan ini mengenakan kostum seperti baju tradisi Makassar dan properti sapu lidi. Karya berjudul Limen ini menceritakan sesuatu yang bukan berada di luar tapi juga tidak di dalam, ia berada di ambang pintu. "Sebagai saksi keintiman tubuh dengan ruang," demikian tertulis di narasi.
Sementara Otniel Tasman dengan judul See The Future bercerita tentang seorang seniman yang modal utamanya adalah kejujuran yang diekspresikan melalui tubuh. Dari pengalaman dan riset, dia meyakini kejujuran pasti akan membuka jalan panjang ke masa depan.
Otniel Tasman juga menyadari kepekaan untuk memahami diri dan jujur berekspresi mampu menghidupi jiwa, tubuh, dan sekitarnya. Dengan kondisi saat ini, dia dan manusia lain dihadapkan pada ruang non-konvensional. "Dengan pandemi ini, tak ada pilihan selain mengkarantina diri di rumah," ujarnya.
Pada awalnya program ini sebagai bentuk empati kepada para penari, koreografer yang terkena dampak wabah corona ini. Sejak pandem, mereka tidak bisa berkarya, tidak bisa menari, dan bekerja. Hartati berharap tetap ada ruang bagi penari dan koreografer untuk tetap berkarya dan mendapatkan bantuan dana.