Kenangan tentang Senen itu ditumpahkan di atas panggung Nongkrong Sastra dan Musik Merdeka di Gelanggang Remaja Senen, Jakarta Pusat, Jumat malam lalu. Sejumlah seniman tampil dalam acara itu, seperti Taufiq Ismail, Hamsad Rangkuti, Misbach Yusa Biran, Dedy Mizwar, Ahmadun Yosi Herfanda, Diah Hadaning, Sihar Ramses Simatupang, dan Viddy A.D.
Hamsad membacakan petikan novelnya berjudul Ketika Lampu Berwarna Merah, yang mengambil latar Senen. Novel setebal 210 halaman ini pernah dimuat bersambung di sebuah koran pada 1981 dan diterbitkan menjadi buku 10 tahun kemudian. Bagian novel yang dibacakan itu menceritakan seorang wanita yang meninggal di sebuah gubuk.
Dilukiskan, wanita tua tersebut ditemukan telah kaku pada sebuah malam. Lalu, tiga orang lelaki datang membawa mayat itu dan menaruhnya di sebuah pintu toko. Mereka berharap akan mendapat rezeki dari apa yang mereka lakukan. Benar saja, pagi-pagi, ketika si pemilik toko bangun, ketiga lelaki yang pura-pura tidur ini pun dibangunkan dan diminta menyingkirkan mayat itu.
Setelah berhasil mendapat uang, mereka pun membawa pergi mayat tersebut. Bukan ke makam, melainkan ke toko lain. "Masih ada tiga toko lagi yang perlu didatangi. Mayat ini tidak akan berkurang setelah toko yang terakhir sekalipun," kata salah seorang di antara mereka. Mereka pun mengulang apa yang mereka lakukan di toko pertama.
Adapun Taufik Ismail menyampaikan orasi berjudul "Sesudah 63 Tahun, Berharap akan Keadilan Masih Bisakah?" Dalam pidato itu, salah satunya, ia menyorot kemerosotan akhlak, budaya permisif yang makin menjadi-jadi, narkoba, alkohol, nikotin, dan pornografi. "VCD biru dengan kata-kata, itulah fiksi gaya masa kini," katanya di atas panggung.
Seusai sesi baca sastra dan orasi, pada pukul 8 malam acara dilanjutkan dengan pertunjukan musik merdeka oleh Komunitas Planet Senen. Ini adalah babak terakhir rangkaian acara yang dimulai sore itu. Sesi pertama adalah diskusi tentang sastra urban dan kemerdekaan berekspresi. Acara ini lekat dengan kata-kata "merdeka" karena masih mengambil momen Hari Kemerdekaan RI.
Mustafa Ismail