Gedung petunjukan berkapasitas 1.200 orang nyaris tak mampu menampung penonton. Panitia sempat kalang kabut karena jumlah penonton untuk kelas festival (lesehan) melebihi kapasitas. Sebagian dari mereka akhirnya dipindah ke kelas VIP dengan tiket Rp 50.000. Penonton tetap tak beranjak dari tempat duduk meski pertunjukan berlangsung hampir satu jam.
Tikungan Iblis mengisahkan perjalanan eksistensi manusia dari awal penciptaan Adam hingga beranak-pinak dan membangun peradaban. Dalam perjalanan waktu, manusia gagal menjadi makhluk mulia seperti saat awal diciptakan. Manusia yang awalnya makhluk mulia, berubah menjadi tapel yakni manusia yang derajad kemanusiaannya telah merosot berkat kegigihan Iblis yang hadir dalam berbagai bentuk.
Ketidakmampuan mengangkat dirinya dari kondisi sebagai makhluk tapel ini juga yang membuat sebuah bangsa mengalami kemerosotan martabat. Padahal bangsa itu memiliki gen unggul sebagai Burung Garuda. Karena Garuda selalu dikurung oleh kekuatan menindas, maka burung itu tidak lagi memiliki kemampuan dasarnya untuk bisa terbang, menerkam dan berjuang.
Sosok Iblis diperankan dengan baik oleh pemain kawakan teater Dinasti, Joko Kamto. Beberapa pemain generasi awal teater Dinasti yang juga ikut tampil adalah Novi Budianto, Fajar Suharno, Untung Basuki, Tertib Suratno dan Jemek Supardi. ”Seperempat jumlah pemain adalah generasi awal teater Dinasti. Sisanya anak-anak muda generasi baru,” jelas Eko Nuryono, manajer produksi.
Pementasan Tikungan Iblis dipersiapkan selama empat bulan. Tiga bulan pertama para pemain berlatih tiga kali seminggu, pukul 15.00 sampai 20.00. Satu bulan menjelang pementasan, latihan yang selalu digelar di kediaman Emha Ainun Nadjib di kawasan Kadipiro ini ditingkatkan menjadi empat kali seminggu.
Heru CN