TEMPO Interaktif, Jakarta: Suara klarinet Andreas Arianto Yanuar memecah keheningan. Tak lama kemudian, suara flute Dwiani Indraningsri bergabung, dan belakangan recorder yang ditiup Eric Liunardus menyatu. Suasana ruangan yang temaram, bahkan gelap, membantu penonton menyimak komposisi berjudul Nighthalo yang mereka bawakan.
Begitulah sedikit gambaran acara konser kelompok The Circle yang dilangsungkan di Teater Utan Kayu, Jakarta, pada Kamis malam pekan lalu. Kurang-lebih 20 anak muda dari Universitas Pelita Harapan, Institut Kesenian Jakarta, dan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, mempertunjukkan kebolehan mereka membawakan komposisi karya mereka sendiri.
Komposisi Nighthalo tersebut, misalnya, merupakan karya Eric Liunardus. Ketiga alat musik itu awalnya bersahutan dalam tempo lambat. Berangkat dari situ, temponya semakin meningkat menjadi sedang. Komunikasi tiga jenis alat musik tiup yang unik menghasilkan komposisi membentuk jalinan nada yang seakan bergerak lincah dari satu adegan ke adegan kehidupan lainnya.
Selain komposisi yang dibawakan dengan alat musik tiup, malam itu dihadirkan komposisi dari berbagai jenis alat musik, termasuk bantuan suara efek elektronik.
Semua komposisi yang dimainkan pada malam itu murni karya para anak-anak muda yang tergabung dalam kelompok The Circle. Mereka tidak memainkan komposisi klasik karya-karya maestro ternama. Mereka berani tampil memperkenalkan hasil karya sendiri yang unik dan digabung dengan efek elektronik. "Kami bergabung karena memiliki hobi yang sama, yaitu meng-compose," ujar Dwiani, salah satu anggota The Circle. Setidaknya karya mereka merefleksikan komposisi kontemporer. Inilah gambaran karya komposer generasi awal abad ke-21.
Terbentuk pada 2004, The Circle, yang sebagian besar anggotanya berasal dari Universitas Pelita Harapan, kerap menggelar pertunjukan pada berbagai konser dan festival, di antaranya konser Unpredictable Night (Teater Utan Kayu, 2004), Festival SImpatetikum (Solo, 2004), Pekan Kolumnis II (Solo, 2005), Circle of the Fifth (2006), dan terakhir Konser 12-Sided Circle (Teater Kecil, 2007).
Keinginan untuk mengajak dan memperbesar keanggotaan The Circle berlanjut hingga saat ini. "Kami organisasi yang terbuka," ujar Dwiani. Terbukti, sebagai penutup pertunjukan malam itu, tiga penari dari IKJ, Yofan, Ningsih, dan Poppy, turut meramaikan acara. Mereka membawakan koreografi Glam karya Asri Merry Sidowati dan musik karya Ishvara.
Tito Sianipar