TEMPO Interaktif, Jakarta:
Good to Be Bad
Whitesnake
SPV, 2008
Hanya ketika kita mengira memang sudah saatnya menutup buku untuk hard rock yang benar-benar keras, melodik, dan menggairahkan, justru muncullah album yang memenuhi itu--bahkan dengan kesan, setelah mendengarkannya berulang-ulang, bagai sebuah balas dendam yang manis. Dan lebih bagus lagi, Whitesnake-lah yang menyajikannya.
Siapa Whitesnake? Inilah satu dari sedikit saja grup yang pantas disebut sebagai penerus sejati hard rock yang kental dengan elemen blues. David Coverdale mendirikan Whitesnake pada 1977.
Melalui album yang dirilis pada April lalu ini, Whitesnake tidak hanya mengisi kembali diskografinya yang kosong melompong oleh karya studio selama 10 tahun. Namun, mereka juga membuktikan dua hal: bahwa musik yang mereka mainkan, yang bersandar sepenuhnya pada motif gitar (riff) nan megah dan seksi, sesungguhnya tak pernah usang; dan bahwa dari tangan merekalah bisa lahir sederet lagu yang mengentak, melodik, sekaligus anthemic, bisa untuk menyanyi beramai-ramai.
Semua elemen itu sudah seketika terasa di lagu pembuka, Best Years. Diawali petikan gitar yang bluesy, liukan dan lekukan lagu ini sungguh tak tertahankan. Vokal Coverdale tetap bertenaga, walau mungkin pada kunci yang lebih rendah. Inilah pembuka yang lebih dari sekadar memenuhi ekspektasi. Lagu-lagu lainnya, dengan sisipan balada di sana-sini, termasuk Summer Rain yang elok, merupakan kombinasi yang seperti membayar lunas janji pada lagu pertama itu.
Tak salah bila timbul kesan di kalangan penggemar yang mengikuti perjalanan Whitesnake bahwa album ini seperti gado-gado yang sempurna dari karya-karya penting Whitesnake di masa lalu--di sana-sini juga seperti terdengar Coverdale-Page. Coverdale sendiri, yang dalam formasi kali ini didukung antara lain oleh duet gitaris Doug Aldrich dan Reb Beach, menyebutnya sebagai sebuah "koktail".
Mau disebut apa pun, album ini lebih pas berjudul Good to Be Back.
Purwanto Setiadi