TEMPO Interaktif, Jakarta: Kiamat hampir tiba, sang mesiah mati. Nasib dipaksa untuk menghadirkan mesiah dan agama baru, tapi kemudian kiamat diundurkan karena mesiah baru telah datang dan agama baru juga masih perlu dianut.
Cerita itu dimainkan oleh Erica Glyn Jones dan Haidee Crowe dari Afrika Selatan di Taman Ismail Marzuki, Rabu malam lalu. Ini bagian dari rangkaian JakArt 2008 yang berlangsung selama Agustus ini di Jakarta. Mereka mementaskan dua karya. Karya pertama berjudul Tuhan, Nasib, dan Pustakawan, sementara karya kedua berjudul Menuduh, yang hanya dimainkan secara monolog oleh Crowe.
Pada pertunjukan pertama, yang diusung sebenarnya berat, tapi dua wanita ini membawakannya dengan sangat enteng dan menghibur. Kiasan dan pelesetan yang dibuat pun terasa segar. Dalam kisah ini diceritakan bahwa sang mesiah telah terbunuh. Itu waktu yang tepat untuk menemukan mesiah baru. Ditunjuklah seseorang yang punya pengetahuan luas tentang Tuhan sebagai rekomendasi.
Terpilihlah Olivia, sang pustakawan, untuk ditakdirkan menjadi mesiah baru. Olivia merupakan penganut banyak aliran kepercayaan dan agama. Suatu ketika, ia mendapat wahyu untuk menjadi Tuhan. "Kamu adalah mesiah baru, di mana dunia akan menjadi milikmu," ujar suara pemberi wahyu. Sebelumnya, Olivia harus mati dulu untuk disembah. Ia pun bimbang.
Olivia (diperankan oleh Crowe) pun akhirnya menetapkan takdirnya menjadi mesiah baru. Ia memilih memakan pisang beracun yang disodorkan sang pemberi wahyu (Jones). Jadilah sebuah agama baru dengan simbol pisang. Kehidupan di bumi pun akan terus berlangsung.
Meski tokohnya lebih dari dua, teater ini dimainkan hanya berdua. Jones dan Crowe secara bergantian memainkan peran. Mereka kerap mengubah suara dan gesture tubuh sesuai dengan perannya saat itu.
Banyak bumbu komedi ditebar pada pertunjukan teater berdurasi satu jam ini, seperti ketika mereka meminta penonton yang hanya segelintir itu untuk percaya kepada agama baru yang dirancang mereka. Jones meminta penonton mengangkat kedua tangan mereka dan menggoyangkan jari-jari tangan.
"Teriaklah, 'aku percaya!'" pintanya. "Aku percaya," teriak penonton yang disambung dengan gelak tawa. Kata "percaya" dalam bahasa Inggrisnya "believe" dipeleseti jadi gambar lebah dan daun, alias bee dan leave, yang jika dibaca berbarengan berbunyi seperti "believe".
Cerita berakhir dan kemudian berlanjut ke pertunjukan kedua: Menuduh. Crowe tampil bersetelan rapi dengan blus dan rok merah. Ia berlakon sebagai gadis kantoran. Ia muncul di sudut kiri dengan kursi kantor yang beroda. "Namaku Laura," ujarnya. Ia bercerita tentang kehidupannya yang berwarna-warni, seputar keluarga, teman, dan pacar.
Tiap Sabtu, keluarga Laura punya acara makan makanan cepat saji. "Aku pilih piza, aku mau es krim," ujar Laura saat mengisahkan perdebatan keluarganya di sebuah restoran. Setelah bercerita, Laura sering mengempaskan diri ke kursi dan mengambil napas panjang, lalu berkata, "Sudah cukupkah? Apa kalian mau yang lebih ironis lagi?" dia bertanya sinis.
Kisah yang ditulis oleh Karen Jeynes ini juga penuh canda. Cerita berdurasi 45 menit ini pernah ditampilkan di 10 kota di empat benua. Naskahnya telah diterjemahkan dalam tiga bahasa. Banyak kritikus naskah memujinya sebagai hiburan yang sulit dilupakan.
Tapi, di mata Nano Riantiarno, cerita yang disuguhkan dalam pertunjukan itu biasa saja. "Justru penampilan pemainnya yang kelihatan maksimal," ujar pendiri sekaligus sutradara Teater Koma ini.
Aguslia Hidayah