TEMPO.CO, Bandung- Pelukis kondang Jeihan Sukmantoro dimakamkan Sabtu pagi, 30 November 2019. Keluarga besar, kerabat dan sahabat mengantarkan sambil mendoakan yang terbaik bagi almarhum. Jeihan wafat di usia 81 tahun Jumat petang, 29 November 2019 di studio sekaligus galerinya di Jalan Padasuka 145 Bandung.
Seniman Tisna Sanjaya setelah pemakaman mengatakan, Jeihan merupakan milik semua orang. Lukisannya sangat unik, tiada duanya. "Karena lahir dari proses kreatif yang tekun, kuat, dan penuh perenungan," ujarnya.
Sementara budayawan Saini KM mengatakan Jeihan merupakan sahabatnya. Mereka berkawan akrab karena sama-sama perantau di Bandung. Jeihan kata Saini menciptakan karyanya sendiri berdasarkan hasil rasa, tidak langsung tiba-tiba jadi. "Saya pernah dilukis Jeihan tapi hasilnya dibawa orang," ujarnya.
Sementara budayawan yang juga tetangganya yaitu Jakob Sumardjo, mengenal Jeihan pada 1974. Darmanto Jatman yang mengenalkannya di daerah Cicadas. Menurut Jakob, Jeihan orang yang keras keinginannya dan berhasil meraihnya.
Pelukis kelahiran Ampel, Boyolali 26 September 1938 itu
terkenal dengan ide mata bolong pada figur lukisannya. Sejak 1963, Jeihan mulai membuat sosok figur bermata hitam di sela lukisan wajah atau potret bergaya realis.
Mengaku ketika muda sebagai orang perfeksionis, ia akhirnya menderita karena ingin sempurna tiap kali melukis. “Ingin gambar mata supaya hidup, harus benar, hasilnya nggak pernah benar,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 13 Oktober 2015.
Akhirnya ia menghitamkan mata figur lukisannya. “Saat pameran (tunggal) pertama di Balai Budaya (Jakarta) 1967, di koran saya dimaki habis-habisan oleh kritikus seni, mata seperti hantu gentayangan,” kata Jeihan.
Mata hitam, menurutnya, juga terkait dengan pandangan dirinya sebagai orang Jawa. Mata merupakan sumber misteri, yang tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti.
ANWAR SISWADI