TEMPO.CO, Yogyakarta - Festival film Jogja-NETPAC Asian Film Festival atau JAFF 2019 resmi dibuka di Yogyakarta pada Selasa petang, 19 November 2019. Ribuan orang berkumpul menyaksikan perhelatan pembukaan festival yang dipusatkan di Studio Empire XXI Yogyakarta itu.
Iring-iringan prajurit bregada Keraton Yogyakarta mengkirab para penyelenggara dan juri JAFF dari Hotel Horizon sampai ke area Empire XXI. Pengunjung memadati area Empire yang diiisi berbagai stan kuliner dan aksesoris sejak sore. JAFF 2019 yang berlangsung hingga 23 November ini akan menampilkan 113 karya film dan melibatkan sineas dari 23 negara peserta se-Asia.
Kepala Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, Aris Eko Nugroho mengatakan seni perfilman termasuk yang menjadi fokus Pemerintah Yogyakarta yang kini telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2017 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Industri Kreatif, Koperasi, dan Usaha Kecil. "Kegiatan JAFF sejalan dengan program pemerintah DI Yogyakarta untuk mengembangkan industri kreatif di bidang perfilman," ujar Aris.
Iring-iringan prajurit yang mengawal para juri serta penyelenggara JAFF 2019 saat pembukaan di Empire XXI Yogyakarta, Selasa 19 November 2019. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Aris menuturkan program JAFF yang sudah bergulir ke-14 kali dan terus melibatkan berbagai pelaku industri film baik lokal, nasional juga internasional, itu bakal membantu menghadapi tantangan berat di industri tersebut. "Masalah yang dihadapi dalam pengembangan perfilman terutama berkaitan dengan regenerasi. Sampai hari ini tampaknya regenerasi menjadi bagian yang pelik walaupun sudah tumbuh banyak sekolah perfilman di Yogyakarta. Kami berharap ada solusi melalui festival seperti JAFF ini," ujar Aris.
Perwakilan Sekretariat Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI, Johar Gultom dalam pembukaan itu mengatakan mewakili Direktur Jenderal informasi dan Diplomasi Publik Cecep Herawan, turut menyambut gembira perhelatan JAFF. "Festival JAFF ini menjadi satu medium komunikasi penting yang disampaikan para sineas dalam mendukung upaya pemahaman antar budaya di Asia," ujarnya.
Patung Gundala menyambut pengunjung saat pembukaan JAFF 2019 yang dipusatkan di Empire XXI Yogyakarta, Selasa 19 November 2019. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Menurut dia, film lebih dari sekadar estetika yang ditampilkan dalam potongan gambar bergerak. Film juga menjadi medium yang dapat merefleksikan kembali realitas di sekeliling. "Melalui film, ada semangat persamaan dan meleburkan batas-batas kebudayaan bahkan antar suku bangsa, negara, bahasa yang berbeda. Film sebagai produk budaya juga menyimpan potensi ekonomi besar bagi setiap pelaku di dalamnya," ujarnya.
Mengutip data terahir pemerintah di sektor industri perfilman, Gultom menyebut industri perfilman Indonesia saat ini sedang meningkat pesat jika merujuk data terakhir tahun 2018 yang dirilis Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf. Data itu mencantumkan jumlah penonton bioskop di Indonesia melonjak 230 persen dalam 5 tahun terakhir, seiring dengan peningkatan jumlah layar lebar yang mencapai 1.800 layar dalam kurun waktu 3 tahun. Potensi pasar di dunia perfilman Indonesia sekitar Rp 4,8 triliun atau yang terbesar ke-16 di dunia.
Presiden Festival JAFF, Budi Irawanto mengatakan JAFF lahir karena kecintaan dan keterpukauan pada sinema Asia serta keyakinan bahwa kisah-kisah di kawasan ini bukan sekadar hiburan eksotis bagi penonton asing, tapi memang laik untuk dikisahkan. "Asia adalah rumah kita. Kita menginginkan sinema Asia menuturkan kisahnya lewat caranya sendiri yang memang penting dan bermakna bagi warga Asia," ujar Budi.
Presiden Festival JAFF Budi Irawanto dan Direktur Festival JAFF Ifa Isfansyah saat pembukaan JAFF 2019 di Empire XXI Yogyakarta, Selasa 19 November 2019. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Budi menambahkan, festival film membawa misi membantu film dari negara yang kurang dikenal dan dengan anggaran terbatas menjadi terlihat dan diakui. "Festival film semestinya lebih dari sekadar pesta dan peristiwa yang serba mewah, prosesi karpet merah dan rangkaian acara yang bertabur para bintang," ujarnya. "Festival film semestinya dimaknai sebagai sebentuk peristiwa yang mendorong pemahaman lebih baik dan sikap menghargai budaya lain sebagaimana direpresentasikan oleh sinema."
Dalam pembukaan itu, penonton diajak menyaksikan pemutaran perdana film bergenre komedi gelap yang dibintangi Reza Rahadian dan disutradarai Faozan Rizal. Film itu berjudul Abracadabra.