TEMPO.CO, Yogyakarta - Ribuan pelayat mengiringi prosesi misa hingga pemakaman Djaduk Ferianto di Padepokan Bagong Kussudiardja Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Rabu sore, 13 November 2019.
Misa arwah seniman kondang itu dipimpin oleh Romo Gregorius Budi Subanar. Romo Banar, panggilan akrab Gregorius Budi Subanar dalam prosesi tersebut mengenang bagaimana Djaduk selalu membawa suasana segar, kreatif, dan jauh dari permusuhan. "Biasanya Djaduk mengumpulkan banyak orang, sekarang banyak orang berkumpul untuk dia," kata Romo Banar.
Djaduk, kata Romo Banar juga pernah meminta agar dirinya memberikan doa-doa ketika memproduseri film Soegija, tokoh umat Katolik Indonesia yang disutradarai oleh Garin Nugroho.
Soegija punya semangat mengajarkan multikulturalisme. Film ini bercerita tentang uskup pribumi pertama di Indonesia yang juga pahlawan nasional, Mgr. Albertus Soegijapranata. Film itu menceritakan peran Soegija ketika Perang Pasifik 1940-1949, yang tidak hanya penting bagi umat Katolik, melainkan untuk Indonesia.
Soegija kerap menulis artikel untuk media luar negeri demi melawan penjajah. Silent diplomacy, nama perjuangan itu. Soegija juga memindahkan Keuskupan Semarang ke Yogyakarta sebagai bentuk solidaritas atas kepindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Sejumlah pelayat yang datang berlatar belakang beragam agama, pekerjaan atau profesi. Ada banyak pelayat berjilbab, mengenakan kopiah yang datang di antara orang-orang yang memadati Padepokan Bagong. Ada sejumlah seniman Yogyakarta yang datang melayat di antaranya Ugo Untoro dan Heri Pemad.
Jalan masuk di gang menuju Padepokan Bagong penuh bunga dan tanda ucapan berduka. Jalanan di sekitar padepokan juga penuh pelayat dan macet.
SHINTA MAHARANI