TEMPO Interaktif, Jakarta: Polisi menduga Dr. Azhari dan Dulmatin, dua tersangka Bom Bali yang buron, terlibat dalam pengeboman Hotel JW. Marriott. Diperkirakan mengarah ke sana (terlibat pengeboman Marriott), kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Polisi Erwin Mappaseng dalam konferensi Pers di Mabes Polri malam ini.
Dugaan itu muncul setelah polisi mengetahui keduanya pernah menginap di rumah Asmar Latinsani di Bengkulu. Tapi diakui Erwin menghilangnya dua buronan kelas kakap itu bukan berasal dari keterangan keluarga dan tetangga Asmar, tapi dari penyelidikan sementara yang dilakukan polisi.
Dalam konferensi pers tersebut, Erwin mempertontonkan sketsa dua wajah tersangka bom Marriott yang disempurnakan melalui rekayasa komputer. Dua wajah ini merupakan pembeli mobil Kijang dari seorang pria, Soni. Mobil itu bewarna biru metalik bernomor polisi B 7462 ZN keluaran tahun 1986. Dua wajah ini juga ditengarai terlibat pengeboman di Medan dan Pekanbaru pada malam Natal 2000.
Berdasarkan keterangan Soni, Erwin mengisahkan, pada 20 Juli 2003, dua orang datang ke rumahnya menggunakan sepeda motor, setelah melihat iklan penjualan mobil di Harian Pos Kota. Orang pertama berciri-ciri badan kekar pendek, tinggi sekitar 160 cm, kulit sawo matang, rambut lurus sedang rapi, muka agak kotak, alis tebal, tidak berkumis dan berjenggot, dan berumur sekitar 30 tahun. Orang pertama ini memiliki ciri khusus jika berjalan melenggang seperti cowboy. Saksi menyatakan jalannya agak bungkuk, kata Erwin.
Ciri orang kedua, tinggi sekitar 168 cm, kurus, kulit putih, rambut ikal pendek, hidung dan mata biasa, tidak berkumis dan berjenggot, berpakaian rapih dan berjaket ketika datang. Orang kedua lebih banyak diam. Tapi saat bicara, menurut saksi, orang itu berlogat Sumatera bagian selatan.Umur orang kedua diperkirakan sekitar 30 tahun.
Dari keterangan saksi, jelas Erwin, orang pertama bertindak sebagai pengemudi sepeda motor dan paling aktif melakukan penawaran. Orang pertama inilah yang muncul dalam sketsa awal. Awalnya, Soni mematok harga Rp 28 juta. Begitu kata harga itu muncul, orang pertama berkata seraya pamit, Kalau gitu saya lapor dulu ke bos.
Baca Juga:
Esoknya, orang pertama ini menelepon dan menawar Rp 26 juta yang disepakati si penjual. Orang pertama ini datang sendiri pada hari itu juga (21 Juli 2003) dan kembali menawar dan disepakati seharga Rp 25.750.000. Anehnya, dalam kuitansi pembelian tak disebutkan nama dan alamat pembeli. Begitu pula dalam kuitansi pembelian itu hanya mencantumkan nama penjual yang belum diketahui namanya.
Menurut keterangan saksi, orang pertama ini hanya mengatakan mobil itu akan dibawa ke Lampung, tapi ternyata ditemukan di lokasi ledakan. Setelah transaksi selesai, orang pertama ini pergi membawa mobil.
Sketsa dua wajah yang lebih disempurnakan itu, menurut Erwin agar diumumkan ke masyarakat. Karena ini musuh bersama tolong disharkan ke masyarakat,pintanya. Masyarakat yang mengenali dua wajah itu diharapkan menelepon ke nomor (021) 523444 dan (021) 7218309.
Terkait dengan potongan kepala milik Asmar, polisi sudah mencocokkan DNA Asmar dengan orang tuanya di Bengkulu dan menunjukkan positif pemilik kepala ini bernama Asmar Latinsani. Potongan kepala ini juga cocok dengan tangan dan kaki yang tercecer di lokasi. Selain dari tes DNA, kepastian ini juga berasal dari keterangan beberapa saksi yang menyebutkan di gigi geraham bawah nomor dua Asmar terdapat tambalan, di samping pitak dan tahi lalat. Ini pun sudah pas dengan keterangan dokter gigi yang menambalnya. Ciri khusus lainnya, jempol kakinya lebih panjang dari jari kaki lain.
Asmar kah pelaku pengeboman? Menurut Erwin, selama Asmar yang membawanya dan ia berada di dalam mobil itu, maka dapat dinyatakan sebagai pelaku. Yang jelas, kata Erwin, potongan tubuhnya ditemukan di dalam mobil itu. Tapi saat didesak wartawan apakah dia sopir mobil itu, Erwin menjawab, Ya. Soal bunuh diri atau kecelakaan, menurutnya belum dapat disimpulkan.
istiqomatul hayati