Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ciri Puisi Rendra: Ada Bait Cinta yang Dipadukan Kritik Sosial

image-gnews
Foto File: W.S Rendra membaca puisi dalam konser Suluk Hijau di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2008. TEMPO/Dimas Aryo
Foto File: W.S Rendra membaca puisi dalam konser Suluk Hijau di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2008. TEMPO/Dimas Aryo
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Dua puisi karya penyair legendaris Indonesia, WS Rendra dibacakan oleh novelis Kedung Darma Romansha. Ia membacakan Sajak Sebatang Lisong dan puisi pendek berjudul Sajak Joki Tobing untuk Widuri dalam acara Mengenang 10 Tahun Setelah WS Rendra Tiada di ajang Kampung Bauku Jogja 2019 di gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosumantri (PKKH) Universitas adjah Mada (UGM) Yogyakarta pada Senin, 2 September 2019.

Rupanya ada kegelisahan dari penulis novel Telembuk: Dangdut dan Kisah Cinta yang Keparat itu sehingga memilih dua sajak romansa Rendra. Gelisah lantaran puisi-puisi cinta yang dibuat kebanyakan penyair masa kini sebatas berisi kata-kata rayuan gombal. Dalam istilah Rendra, puisi yang terlalu banyak anggur dan rembulan.

“Seolah-olah ketika menulis puisi, kondisi negara sedang baik-baik saja,” kata Kedung saat ditemui Tempo usai pembacaan puisi di PKKH UGM Yogyakarta, Senin, 2 September 2019.

Berbeda dengan puisi Rendra atau penyair pada masanya yang meskipun menulis bait-bait sajak cinta, tetapi tetap berisi kritikan pada kondisi sosial politik yang ada. Seperti Sajak Joki Tobing untuk Widuri yang ditulis Rendra pada 9 Mei 1977.

Dengan latar belakang gubug-gububg karton, aku terkenang akan wajahmu. Di atas debu kemiskinan, aku berdiri menghadapmu. Usaplah wajahku, Widuri. Mimpi remajaku gugur di atas padang pengangguran. Ciliwung keruh, wajah-wajah nelayan keruh, lalu muncullah rambutmu yang berkibaran. Kemiskinan dan kelapan, membangkitkan keangkuhanku. Wajah indah dan rambutmu menjadi pelangi di cakrawalaku.

“Meskipun melihat perempuan, tetap teringat pada kemiskinan dan kelaparan,” kata Kedung mengomentari puisi itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penyair Kedung Darma Rhomansa saat tengah membacakan dua puisi karya WS Rendra dalam acara 10 Tahun setelah WS Rendra Tiada di sela agenda Kampung Buku Jogja 2019 di PKKH UGM Yogyakarta, Senin, 2 September 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Ia pun mengamini, masa bapak sebelas anak ini memang berbeda dengan kekinian. Namun persoalan kesenjangan sosial, politik dan ekonomi masih terus berlangsung dan nyata hingga saat ini. Apatisme isi puisi yang ditulis penyair milenial, menurut Kedung karena pengaruh media sosial yang menjadikan eksistensi menjadi utama ketimbang menyuarakan kondisi sosial di sekitarnya. Penyair lebih suka menulis puisi dengan pilihan kata atau pun kutipan yang lagi hits, melankolis, sekedar untuk membuatnya eksis, terkenal karena mempunyai banyak followers. Berbeda dengan Rendra yang menjadi besar karena karya-karyanya.

“Enggak apa-apa sih, bermedsos tidak dilarang. Tapi apakah harus dengan kutipan yang menye-menye untuk membuat termehek-mehek?” kata Kedung mengkritik.

Salah satu cara untuk menjadikan puisi yang dibuat lebih berisi, menurut Kedung adalah menyadarkan para milenial, bahwa dunia medsos adalah dunia fiksi. Sedangkan mereka hidup di dunia nyata sehingga harus peka terhadap segala kondisi sosial, politik dan ekonominya.

“Untuk teman-teman, mari membaca puisi-puisi Rendra. Hindari sejenak puisi yang penuh dengan anggur dan rembulan,” kata Kedung mengakhiri.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Aktivis Palestina Meninggal karena Kanker, 38 Tahun Mendekam di Penjara Israel

17 hari lalu

Walid Daqqah. Foto: X
Aktivis Palestina Meninggal karena Kanker, 38 Tahun Mendekam di Penjara Israel

Walid Daqqah, seorang novelis dan aktivis Palestina yang menghabiskan 38 tahun di penjara Israel, meninggal pada Minggu karena kanker


Jurnalis dan Novelis Senior, Parakitri T. Simbolon Meninggal dalam Usia 76 Tahun

31 hari lalu

Jurnalis dan novelis senior, Parakitri T. Simbolon meninggal dalam usia 76 tahun pada Ahad, 24 Maret 2024. Dok. Istimewa
Jurnalis dan Novelis Senior, Parakitri T. Simbolon Meninggal dalam Usia 76 Tahun

Jurnalis sekaligus novelis senior, Parakitri T. Simbolon meninggal dalam usia 76 tahun pada 24 Maret 2024 dan akan dikremasi besok.


Mengenang Kelahiran Novelis NH Dini, Ini 5 Karya yang Fenomenal

55 hari lalu

Novelis NH Dini, wafat akibat kecelakaan lalu lintas pada Selasa, 4 Desember 2018, di Jalan Gombel, Semarang. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra, TEMPO/Ijar Karim
Mengenang Kelahiran Novelis NH Dini, Ini 5 Karya yang Fenomenal

Semasa hidupnya, sastrawan NH Dini telah menghasilkan banyak karya-karya yang dikenang hingga kini.


Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

2 Februari 2024

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat mengikuti debat ketiga Calon Presiden 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, 7 January 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Debat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?

Debat capres terakhir, 4 Februari 2024 salah satunya mengusung tema kebudayaan. Begini harapan budayawan, pekerja seni, dan sastrawan?


Sastrawan, Abdul Hadi WM Meninggal, Gagasan Besarnya Sastra yang Kembali ke Akar

19 Januari 2024

Prof. Dr. Abdul Hadi WM. Foto: Instagram.
Sastrawan, Abdul Hadi WM Meninggal, Gagasan Besarnya Sastra yang Kembali ke Akar

Kabar duka berpulangnya sastrawan besar Indonesia, Abdul Hadi WM ini disampaikan di Instagram resmi Universitas Paramadina.


Penyair Palestina Tewas dalam Pengeboman Israel, Vokal Kisahkan Kengerian Gaza di Sosial Media

8 Desember 2023

Refaat Alareer, penyair Palestina yang dibunuh Israel. Foto: Istimewa
Penyair Palestina Tewas dalam Pengeboman Israel, Vokal Kisahkan Kengerian Gaza di Sosial Media

Penyair Palestina Refaat Alareer tewas dalam serangan bom Israel di Gaza, bersama seluruh keluarganya


7 Penyair Legendaris Indonesia Paling Terkenal

24 Oktober 2023

Mural Chairil Anwar kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa, 13 November 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat
7 Penyair Legendaris Indonesia Paling Terkenal

Deretan penyair Indonesia yang paling terkenal


Marga T, Penulis Novel Karmila dan Badai Pasti Berlalu Meninggal dalam Usia 80 Tahun

18 Agustus 2023

Marga T. Foto: Instagram bukugpu.
Marga T, Penulis Novel Karmila dan Badai Pasti Berlalu Meninggal dalam Usia 80 Tahun

Novel-novel cinta Marga T yang terkenal antara lain Karmila (1973)m Badai Pasti Berlalu (1974), dan Bukan Impian Semusim (1976).


101 Tahun Chairil Anwar, Penyair Berjuluk Si Binatang Jalang Telah Menulis 94 Karya

27 Juli 2023

Untuk memperingati 100 tahun usia Chairil Anwar, Galeri Salihara Jakarta menggelar pameran bertajuk
101 Tahun Chairil Anwar, Penyair Berjuluk Si Binatang Jalang Telah Menulis 94 Karya

Penyair Chairil Anwar menjadi legenda dunia sastra Indonesia. Mari rayakan 101 tahun "Si Binatang Jalang" ini. Sebelum wafat ia berkata "Tuhanku..".


Meninggal di Usia 94 Tahun, Ini Kisah Hidup Penulis Kelahiran Ceko Milan Kundera

14 Juli 2023

Milan Kundera. Wikipedia
Meninggal di Usia 94 Tahun, Ini Kisah Hidup Penulis Kelahiran Ceko Milan Kundera

Milan Kundera, novelis asal Ceko, meninggal dunia pada usia 94 tahun di Paris, Perancis. Begini kisah hidupnya.