TEMPO.CO, Yogyakarta - Festival MocoSik yang memadukan antara musik dan buku digelar di Jogja Expo Center, Jumat - Ahad, 23-n24 Agustus 2019. Uniknya bagi yang ingin menonton bisa masuk asal membeli buku dengan jumlah nominal tertentu.
“Salah satu ciri khas dari MocoSik adalah ketika buku dijadikan bukti tanda masuk. Para penonton diwajibkan membeli buku dengan nominal tertentu sebagai syarat masuk dalam panggung besar konser musik,” kata Hinu OS, salah satu penanggung jawab pameran buku MocoSik, Jumat, 23 Agustus 2019.
Ia menyatakan, awal Agustus lalu ratusan kelompok penerbit yang menjadi peserta pameran besar MocoSik membuka loket tiket presale dengan menampilkan buku-buku produksi di akun media sosial masing-masing. Buku-buku dari penerbit peserta yang bertanda “tiket buku MocoSik” itulah yang menjadi bukti sebagai tiket masuk konser musik.
Ia merinci, harga tiket presale adalah Rp 75 ribu untuk satu hari. Tiket tersebut bisa didapatkan di penerbit-penerbit yang tercatat sebagai peserta. Jika buku yang dibeli memiliki nominal 150 ribu rupiah, berarti bisa mendapatkan dua tiket. “Terserah pembeli, apakah tiket untuk pertunjukan hari pertama, kedua, dan ketiga. Soal pengiriman buku sampai ke rumah pembeli, mekanismenya diserahkan sepenuhnya kepada penerbit yang bersangkutan,” kata Hinu.
Ia menjelaskan, pameran buku pada Festival MocoSik menampilkan hampir satu juta eksemplar di Hall Besar Jogja Expo Center. Diikuti 120 peserta dari kelompok penerbitan se-Indonesia, baik berstatus penerbit mayor maupun independen/komunitas.
Buku yang dipamerkan cukup beragam. Dari untuk anak-anak hingga humaniora dan politik. Bahkan, ada penerbit yang selama ini fokus terhadap buku-buku impor turut serta sebagai peserta pameran.
“Kita juga menggelar selama tiga hari buku-buku lawasan sastra/humaniora dan artefak-artefak dunia musik masa lalu,” kata Bakkar Wibowo, Co-founder Festival MocoSik.
Hadirnya buku-buku yang bernilai sejarah tinggi dan sejumlah majalah dan rilisan musik dari masa yang jauh, tetapi dikemas dalam sebuah pameran seni, kata Bakkar, menyodorkan kepada generasi milenial bahwa masa lalu itu asyik dan tidak bikin tegang apalagi kusam.
MUH SYAIFULLAH