TEMPO.CO, Yogyakarta - Film superhero Indonesia, Gundala akan tayang di bioskop tanah air mulai 29 Agustus 2019. Sutradara film Gundala, Joko Anwar, mengungkap proses kreatif dalam mengkonversi cerita tokoh komik legendaris yang diciptakan Hasmi, 50 tahun silam itu.
"Sebagai penggemar komik Gundala, cukup kompleks bagi kami menterjemahkan cerita dari komik ke film ini," ujar Joko di sela acara meet and greet Gundala di Yogyakarta, Sabtu 10 Agustus 2019. Sutradara film Pengabdi Setan itu menjelaskan kendali orang saat membaca komik, buku, atau novel berbeda ketika dihadapkan dengan film yang mengharuskan menghadap layar.
"Kalau kita baca buku, komik, atau novel, saat merasa bosan bisa ditinggal kapan saja. Beda kalau film, orang harus duduk dua jam nonton layar," ucap Joko Anwar. "Ini yang bikin saya kepikiran, bagaimana membuat film ini agar tidak membosankan."
Pada film yang pembuatannya memakan waktu selama hampir dua tahun -mulai Oktober 2017 itu, untuk penulisan naskah, Joko mengaku butuh waktu sekitar lima hingga enam bulan. "Saya akhirnya mencari tempat yang tak biasa untuk menulis, pokoknya tidak biasa. Saya ingin skenario dan jalan cerita di film ini tetap menghadirkan Gundala yang saya kenal dulu, namun bisa diterima penonton saat ini," ujarnya.
Sutradara Joko Anwar bersama sejumlah pemeran film saat menunjukkan poster film Gundala di Jakarta, 28 Mei 2019. Film Gundala merupakan film Jagoan Indonesia yang diadaptasi dari komik Gundala dengan sensibiltas jaman sekarang arahan sutradara Joko Anwar. Tempo/Nurdiansah
Selesai menulis naskah film, baru masuk proses syuting selama tiga bulan. Kemudian lanjut post produksi yang memakan waktu hampir sembilan bulan. Joko Anwar mengibaratkan film Gundala seperti proyek impian masa kecilnya yang baru bisa terwujud.
Joko Anwar menceritakan masa kecilnya tak bisa dilepaskan dari kehadiran Gundala lewat komik sehingga film ini ikut memberinya ikatan emosional kuat. Saat mendapat kesempatan memfilmkan Gundala ini, Joko pun tak mau karakter khas Gundala yang dibentuk Hasmi lewat komik itu lenyap dan tak dikenali pecintanya.
Dia berupaya menghadirkan karakter Gundala versi film secara utuh menyerupai aslinya. Misalnya jagoan yang tak egois, dicintai, juga sosok yang kesehariannya sedikit selengean alias tak terlalu serius. "Saya tak mau karakter Gundala yang dulu saya atau kita cintai hilang, itu susah. Gundala itu harta karun yang harus dipertahankan, saya jamin Gundala yang ada di komik ada di film ini," ujarnya.
Bahkan, Joko Anwar melanjutkan, dalam membuat film yang melibatkan total 1.800 pemain itu, dia ingin semuanya memiliki sifat seperti Gundala. Khususnya para pemerannya. Joko sedikit membocorkan, dalam film yang dibintangi Abimana Aryasatya (Sancaka), Tara Basro (Merpati), dan Muzzaki Ramdhan (Sancaka kecil) itu bakal bisa diterima segala kalangan.
Komik Gundala Putra Petir. Says.com
"Meski film ini tentang superhero, tapi tidak menonjolkan kekerasan, tidak terus-terusan ada berantemnya," ujarnya. Justru dari sosok Gundala, menurut Joko, film ini membawa pesan bahwa Indonesia bukanlah bangsa yang dipenuhi masyarakat egois, tapi sebalikanya. Masyarakat yang berpikir dan peduli sesamanya.
Film Gundala besutan Bumilangit Studios, Screenplay Films bekerja sama dengan Legacy Pictures dan Ideosource Entertainment itu berkisah tentang Sancaka telah hidup di jalanan sejak orang tuanya meninggalkannya. Menjalani kehidupan yang berat, Sancaka bertahan hidup dengan memikirkan keselamatannya sendiri.
Ketika keadaan kota makin buruk dan ketidakadilan berkecamuk di berbagai sudut, Sancaka harus memutuskan, apakah dia terus hidup menjaga dirinya sendiri atau bangkit menjadi pahlawan mereka yang tertindas.