TEMPO.CO, Jakarta - Sastrawan dan wartawan senior Arswendo Atmowiloto meninggal pada Jumat sore, 19 Juli 2019, di kediamannya di Kompleks Kompas, Petukangan, Jakarta. Arswendo Amtmowiloto meninggal karena sakit kanker prostat dan sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pertamina Pusat, Jakarta.
Arswendo Atmowiloto lahir di Solo, pada 26 November 1948. Nama Arswendo Atmowiloto mulai populer setelah mendirikan rumah produksi dan membuat sinetron populer 'Keluarga Cemara' hingga 'Satu Kakak Tujuh Keponakan'.
Sebagai jurnalis yang juga sastrawan, Arswendo Atmowiloto kerap mengkampanyekan gemar menulis, termasuk kepada para narapidana. Menurut Arswendo, tempat terbaik untuk menjadi pengarang adalah di dalam lembaga pemasyarakatan karena keberagaman narapidana dapat dijadikan tokoh menarik, ada konflik, dan memiliki keunikan materi.
Menurut Arswendo Atmowiloto, tidak perlu nama besar untuk menjadi penulis buku di Lapas. Sebab, itulah yang dia lakukan saat menjadi narapidana dulu. Arswendo mengaku menulis degan memakai nama samaran, seperti Said Saat dan B.M.D Harahap. Ada sekitar 20 buku yang dibuat selama dia menjalani pidana di Rutan Salemba Jakarta.
Arswendo Atmowiloto pernah dipenjara pada tahun 1990 karena membuat jajak pendapat di Tabloid Monitor. Pertanyaan di jajak pendapat itu adalah, siapa tokoh idola menurut para pembacanya. Hasil jajak pendapat menunjukkan nama Presiden Soeharto berada di urutan pertama. Disusul nama BJ Habibie, Soekarno, lalu musikus Iwan Fals.
Nama Arswendo Atmowiloto sendiri berada di urutan ke-10, dan Nabi Muhammad pada peringkat sebelas. Jajak pendapat ini kemudian memantik kemarahan umat Islam. Mereka melaporan Arswendo karena dianggap menghina Nabi Muhammad. Laporan ini diproses sampai hakim memutuskan Arswendo bersalah dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara.