TEMPO.CO, Yogyakarta - Seniman Butet Kartaredjasa yang kesehatannya belum pulih selepas operasi karena serangan jantung tampil dengan vokal bertenaga dalam pentas Teater Gandrik pada Senin malam, 8 April 2019 di Taman Budaya Yogyakarta.
Butet menjadi tokoh sentral dalam pentas bertajuk 'lPara Pensiunan 2049 yang berkisah tentang korupsi. Dalam pentas berdurasi 150 menit itu, Butet berperan sebagai Doorstoot, tokoh yang berkuasa selama 32 tahun. Tokoh ini meninggal dan tidak bisa dikuburkan karena tidak punya surat keterangan kematian yang baik. Arwahnya gentayangan.
Sebelum pentas, Butet berkonsultasi dengan dokter yang menanganinya secara khusus di Jakarta sebelum dia kembali ke Yogyakarta. Ada lima ring yang terpasang di jantung Butet. Butet telah menjalani operasi dua kali. Satu ring dipasang tahun 2010 dan kini ditambah empat ring. “Dokter mengizinkan dan sudah menghitung kondisi fisik saya. Saya harus rajin minum obat,” kata Butet selepas pentas.
Baca: Sakit Jantung, Butet Kartaredjasa Berkukuh Pentas Teater Gandrik
Untuk memulihkan kondisi fisiknya, Butet berolahraga ringan minimal satu jam tiap hari sebelum pentas. Dia juga menjaga pola makan. Dia untuk sementara menghindari makanan berkolesterol tinggi, misalnya tongseng kambing yang dia sukai. Dia berkelakar selepas operasi belum menyantap tongseng kambing sama sekali. Butet juga mengurangi rokok dari tiga bungkus rokok dalam waktu sehari menjadi satu bungkus dalam waktu dua hari.
Selain itu, Teater Gandrik juga menyiapkan paramedis untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan saat pentas, misalnya ketika sewaktu-waktu terjadi serangan jantung. Tim paramedis ini terhubung dengan dokter yang biasanya menangani Butet di Rumah Sakit Pantirapih Yogyakarta. “Paramedis ini untuk penanganan awal saja kalau terjadi sesuatu,” kata Pemain Teater Gandrik, Kusen Ali
Dalam pentas lainnya, Butet punya dedikasi tinggi karena tetap melanjutkan lakonnya ketika sedang pentas Kanjeng Sepuh di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 22 Maret 2019. Butet Kartaredjasa terkena serangan jantung dan sudah ada lima ring terpasang di jantungnya.
Di Yogyakarta, Teater Gandrik pentas selama dua hari (8 dan 9 April). Mereka juga akan tampil di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta pada 25-26 April 2019. Di Yogyakarta, harga tiket dipatok mulai dari Rp 50 hingga Rp 300 ribu.
Sutradara pementasan Para Pensiunan 2049, Djaduk Ferianto mengatakan Teater Gandrik menyiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan saat kakaknya, Butet Kartaredjasa pentas. Beberapa dialog dalam durasi panjang yang sudah disiapkan sebelumnya telah diedit, blocking-blocking pementasan yang terlalu banyak juga dikurangi supaya tidak menguras energi Butet.
Djaduk juga telah menyiapkan kostum tambahan untuk peran Butet bila diperlukan. Dia menyiapkan diri untuk menggantikan peran Butet bila di tengah pentas Butet mengalami serangan jantung.
Naskah Para Pensiunan 2049 merupakan hasil saduran karya Heru Kesawa Murti yang berjudul Pensiunan dan dibuat tahun 1986. Agus Noor dan Susilo Nugroho kemudian mengadaptasi naskah itu menjadi Para Pensiunan 2049 agar bisa diterima kalangan muda. 2049 merujuk pada kisah masa depan.
Pentas itu bercerita tentang para pensiunan yang ingin menikmati masa tuanya dan menunggu akhir hidupnya dengan tenang. Mereka pensiunan jenderal, politisi, hakim. Undang-Undang Pemberantasan Pelaku Korupsi mengharuskan siapa pun yang mati memiliki surat keterangan kematian yang baik. Aturan itu dibuat supaya koruptor jera. Hanya orang yang tidak pernah korupsi yang berhak mendapatkan surat itu. Bila tidak punya surat itu, maka mayatnya tidak boleh dikubur karena tidak bersih dari korupsi.
Teater Gandrik merupakan kelompok seni yang memadukan pertunjukan teater tradisional dan modern. Teater ini berdiri sejak 34 tahun lalu dan telah mementaskan berbagai tema sosial yang khas menggunakan guyonan parikena atau sindiran secara halus. Sindirian yang dimaksud adalah mengejek diri sendiri. Banyolan-banyolan di panggung menjadikan Gandrik membawakam tema-tema itu secara segar dan luwes.
Tahun 1999, Gandrik pentas Brigade Maling di Monash University Australia, Dhemit dan Orde Tumbang di Singapura pada 1990 dan 1992. Tahun 2017, Gandrik mementaskan Hakim Sarmin yang bicara tentang korupsi di Yogyakarta.
SHINTA MAHARANI