TEMPO.CO, Jakarta -Mata Jeihan menerawang, menatap beberapa lukisannya yang ia buat di awal kariernya. Menurut Jeihan ini jadi momen penting karena setelah sekian tahun ia kembali menatap karya-karyanya tersebut.
"Baru sekarang saya kembali melihat lukisan-lukisan ini. Sudah bertahun-tahun," ungkap Jeihan, Jumat 5 April 2019. Siang itu, Jeihan menghadiri pameran Jeihan: Hari-hari di Cicadas yang berlangsung di Museum Macan, Jakarta. Pameran ini mulai dibuka sejak 26 Maret hingga 26 Mei 2019 mendatang.
Baca: Rekam Jejak Perupa Jeihan Dibukukan
Ia mengenang kehidupannya di masa sulit saat itu. "Hidup saya miskin sekali saat itu," tutur Jeihan sembari melempar pandang pada deretan lukisan dari posisinya duduk. Cicadas adalah memori masa sulit namun bisa dibilang menjadi titik bagi Jeihan menghadirkan karya-karyanya yang khas. Objek manusia bermata hitam.
Pengalaman hidup sulit itu begitu terpatri. Apalagi saat dirinya masih menjadi mahasiswa Seni Rupa ITB, Jeihan benar-benar pernah berada dalam kondisi sulit bahkan sekadar untuk bisa makan. Berdasarkan arsip Tempo, sempat diceritakan saat itu dirinya sampai hampir tiap malam tidur di kolam renang Cihampelas, Bandung, saking tidak punya uang.
Cicadas menjadi rekaman Jeihan berinteraksi dengan kesehariannya. Tiga puluh lukisan yang dipamerkan di Museum Macan, merupakan koleksi lukisan Jeihan yang nyaris belum pernah dipamerkan. Hampir semuanya merupakan lukisan potret yang menurut Jeihan tetangganya selama tinggal di Cicadas, Bandung.
"Ada beberapa yang masih saya ingat, tapi sisanya saya lupa," tuturnya sembari menunjuk beberapa lukisan. Sebagian besar lukisan diberi judul berdasarkan nama objek lukisannya. Sisanya dibiarkan kosong, tanpa nama. Ada lukisan tetangganya, keluarga, juga kerabat yang mengunjunginya di Cicadas.
Dalam pameran tersebut juga turut dipamerkan lukisan berjudul Aku, karya pertamanya yang dibuat pada 1963. Lukisan tersebut menurut Jeihan dibuat saat dirinya masih kuliah di ITB. "Ini sisi lain Jeihan yang belum pernah dilihat publik. Lukisan ini sudah puluhan tahun ada di gudang studionya Pak Jeihan," ujar Ady Nugroho, kurator dari karya Jeihan yang dipamerkan.
Hari-hari di Cicadas merupakan pameran bersejarah yang menelaah salah satu aspek kekaryaan Jeihan Sukmantoro, 81 tahun. Sejak tahun 60-an karya Jeihan dikenal dengan lukisan ekspresionis figuratif.
Pameran ini menampilkan karya potret Jeihan antara tahun 1960-an dan 1970-an, saat masih tinggal di Cicadas, sebuah area berkelas sosio-ekonomi rendah dan padat. Kawasan ini juga dulunya dikenal sebagai salah satu pusat prostitusi juga tinggi angka kriminal di kawasan Bandung Timur. Rumah Jeihan, salah satu rumah pertama yang memiliki TV di area tersebut, berfungsi sebagai tempat berkumpulnya warga setempat.