TEMPO.CO, Yogyakarta - Film Tengkorak karya mahasiswa dan dosen Universitas Gadjah Mada akan segera tayang di bioskop-bioskop besar di banyak kota. Film fiksi ilmiah ini secara serentak akan ditayangkan di banyak layar lebar pada 18 Oktober 2018.
“Prosesnya lama. Setelah empat tahun, film ini akan tayang di bioskop-bioskop,” kata sutradara film ini, Yusron Fuadi, Rabu, 5 September 2018.
Sangat jarang film produksi dosen atau mahasiswa yang ditayangkan di bioskop besar seperti XXI dan CGV. Dengan film ini juga pernah ditayangkan di festival film Jogja-NETPAC Asian Film Festival Desember tahun lalu. Lalu di Cinequest International Film Festival di California pada Maret 2018. Terakhir, film ini akan ditayangkan di Balinale International Film Festival di Bali pada akhir September 2018.
Meskipun judul film ini Tengkorak, namun bukan termasuk film horor seperti film Gasing Tengkorak ataupun film laga seperti Panji Tengkorak. Film ini mengangkat penemuan fosil tengkorak raksasa yang berukuran lebih dari 1.700 meter saat terjadi gempa bumi Yogyakarta 2006.
Dikisahkan dalam film ini, manusia telah menemukan fosil kerangka sepanjang 1.756 meter yang berumur 120 ribu tahun di pulau Jawa.Temuan ini membuat bingung pemuka agama, politisi, dan para ilmuwan.
Dunia lalu berdebat antara melakukan penelitian atas temuan fosil tengkorak tersebut atau melenyapkannya dari muka bumi atas dasar kemanusiaan.
Seorang gadis, Eka yang diperankan oleh Eka Nusa Pertiwi bertekad mengungkap misteri di balik penemuan fosil tengkorak tersebut dan memberitakannya ke dunia.
Yusron berani mengambil isu tersebut karena banyak sekali cerita rakyat yang terdengar di lingkungan masyarakat mengenai tentang bukit Tengkorak tersebut. Ia lalu mencetuskan film ini dan mulai membuat alur cerita.Poster film Tengkorak karya mahasiswa dan dosen Universitas Gadjah Mada , ISTIMEWA
Film ini mengisahkan tentang penelitian bukit Tengkorak dan menjadi incaran bagi negara asing, bukit tengkorak ini dilihat seperti kepala manusia, tetapi sangat mungkin tidak disangka karena bukit tersebut menyerupai seperti tengkorak manusia pada umumnya yang menjadi beda adalah ukuranya yang begitu besar.
“Sangat misterius, ada sebuah tengkorak manusia yang begitu besar, menjadi sebuah tanda tanya orang zaman dahulu begitu besarnya dibandingkan dengan manusia sekarang.
Misteri tersebut belum terpecahkan meskipun banyak orang yang sudah meneliti tapi belum menunjukan hasil.
Pemain watak dalam film ini hampir seribu orang termasuk masyarakat di Gunung Kidul di sekitar lokasi syuting. Yang tidak kalah penting, pemainnya juga ada rektor Universitas Gadjah Mada, para dekan dan para dosen. Bahkan produser film merupakan Dekan Sekolah Vokasi Wikan Wikan Sakarinto yang juga ikut bermain watak dalam film ini. Selain dia, juga ada ahli hukum Eddy O. S. Hiariej ikut menjadi produser juga menjadi salah satu pemeran.
Film ini layak ditonton bukan hanya karena tontonan semata. Tetapi ini merupakan karya para dosen dan mahasiswa serta melibatkan masyarakat.
“Banyak tokoh seperti Umar Kayam main film berperan menjadi Sukarno, dia seorang dosen. Pak Yusril Ihza Mahendra juga bermain watak menjadi Cheng Ho. Saya juga mau bermain dalam film sebagai selingan sebagai dosen,” kata Profesor Eddy.
Soal biaya, jika pemeran dibayar semua maka paling tidak menghabiskan sekitar Rp 16 miliar. Tetapi karena kerja bareng, biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan film ini hanya sekitar Rp 550 juta saja.