TEMPO.CO, Jakarta - Danur dan sekuelnya difilmkan berdasarkan novel karya Risa Saraswati. Cerita dalam novel laris itu ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Risa saat tinggal di rumah neneknya di Bandung, Jawa Barat.
Baca: Kata Risa Saraswati, Banyak Hantu Ikut Nonton Danur 2: Maddah
Saat pindah ke Kota Kembang, Risa baru duduk di kelas 5 sekolah dasar. Keluarga nenek Risa berlatar militer. Kehidupan mereka sangat disiplin. Untuk makan pun, hidangan disajikan di atas baki, lalu dikirim ke kamar. Gaya hidup semacam ini membuat Risa tertekan dan kesepian.
Yang terjadi kemudian, Risa kecil sering bermain sendiri di loteng rumah yang lantainya terbuat dari kayu. Saking kesepian, ia sering menangis sendiri. Suatu hari, ketika air mata Risa berlinang, terdengar teguran dari salah satu sudut loteng.
“Risa, jangan menangis. Aku sering mendengar tangisanmu,” kata hantu anak kecil, yang kemudian diketahui bernama Peter. Siang itu, kata Risa, Peter bilang, “Kami sering mendengarmu menangis.”
Danur 2: Maddah. YouTube
“Kami?” ujar Risa. Ternyata di bawah tangga ada empat hantu anak kecil lain yang menanti. Keempatnya memperkenalkan diri sebagai William, Hendrick, Hans, dan Jansen. Saat berkenalan, Risa merasa ada yang ganjil. Lima anak ini mengajukan dua syarat kepadanya.
Pertama, Risa tidak boleh bilang kepada penghuni rumah yang lain bahwa ia mengenal Peter dan kawan-kawan. Kedua, jika ingin bertemu, Risa diminta menyanyikan lagu “Boneka Abdi”.
Sejak mengenal mereka, hari-hari Risa berubah. Sabtu dan Minggu, mereka bermain di taman atau pusat perbelanjaan. Orang memandang Risa aneh karena terlihat berbicara sendiri. Inilah fase terberat dalam kehidupan penyanyi dan penulis kelahiran 24 Februari itu.
“Warganet tidak tahu bagaimana masa kecil saya. Saya dikucilkan, dianggap gila oleh keluarga sendiri. Pernah pula diajak untuk menjadi muda selamanya dengan cara bunuh diri dan lain-lain,” ucap Risa Saraswati.