TEMPO.CO, Jakarta -Penampilan band The Script di Jakarta semalam tak surut dari pekikan penonton yang didominasi perempuan. Hampir di setiap lagu yang dibawakan ada jerit antusias serta lolongan dan teriakan menyaingi suara sang vokalis, Danny O'Donoghue.
Baca: Tiba di Jakarta, The Script Nikmati Nasi Goreng dan Sate
Danny pun sempat membuka konser dengan sapaan berbahasa Indonesia. “"Gimana? Apa yang kalian rasakan malam ini? Cinta mati, cinta mati,” tuturny berusaha tak terbata-bata.
Lebih-lebih saat hampir satu jam band asal Dublin, Irlandia ini menghentak ruangan Kasablanka Hall, di Mal Kasablanka. Saat area panggung gelap, tiba-tiba saja para personil The Script muncul dari pintu di area festival.
Kehadiran mereka sontak membuat para penonton segera bergeser. Tak Cuma itu, Danny O'Donoghue pun sempat mengganti pakaiannya dengan batik bernuansa cokelat dan kuning. Mereka membawakan lagu If You Ever Comeback yang berasal dari album Science & Faith yang dibawakan dalam nuansa akustik diiringi beatbox asal Indonesia. Lagu berganti ke Never Seen Anything Quite Like You, suasana panggung dengan pencahayaan minimalis dengan lagu seliris ini harusnya menghadirkan nuansa yang syahdu, namun lagi-lagi harus kalah dengan jerit histeris penonton.
Kejutan yang dilakukan tak henti di situ, selain area festival yang didekati. Danny O'Donoghue juga hadir di area Diamond. Para penonton yang awalnya duduk manis langsung berdiri dan mengangkat tinggi-tinggi ponsel mereka. Saat itu Mark Sheehan (keyboard dan gitar) dan Glen Power (drum) kembali mengiringi Danny bawakan lagu The Energy Never Dies dari panggung utama.
Konser The Script ke Indonesia kali ini merupakan bagian dari rangkaian tournya Freedom Child Tour - Live in Jakarta. Sehingga di konser yang berlangsung kurang dari dua jam itu, The Script pun membawakan lagu-lagu dari album Freedom Child.
Sekitar lima belas lagu dibawakan dengan durasi satu setengah jam lebih. Sesuai tema konser dan lagu-lagu yang dibawakan, The Script mengusung banyak pesan dari cinta, kebebasan, hingga perdamaian.
Dari lagu Arms Open misalnya, The Script menyisipkan sebuah pesan sosial. Dukungan mereka terhadap program A Sense of Home terwakili lewat lagu ini. A Senses of Home merupakan sebuah program yang diperuntukkan bagi mereka yang umurnya telah melewati batas asuh dari panti asuhan. Sebuah rumah disediakan bagi mereka agar tak merasa kesepian dan kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal serta pekerjaan setelah tak lagi tinggal di panti.
Penampilan The Script ditutup dengan lagu Hall of Fame. Lagu ini mengangkat topik tentang perisakan. Danny pun sempat menuturkan ajakan soal perdamaian sebelum melantunkan lagu tersebut. Lewat lagu-lagunya, The Script seolah meyakini bisa menitipkan dan menyebarkan pesan yang luas lantaran musik tak memiliki batas demografis.