TEMPO.CO, Jakarta -Kabar meninggalnya seniman serba bisa, Danarto mengejutkan banyak pihak. Terutama orang-orang yang bergelut di dunia penulisan, seni, dan budaya. Hampir semua orang yang punya pengalaman dengan Danarto bakal bersepakat, sosok satu ini sangat gemar berbagi apa saja, terutama ilmu dibidang penulisan.
Danarto kerap dinilai sebagai penulis, sastrawan yang mudah bergaul dengan siapa saja. Tak ada sekat senioritas yang ia pasang kala berhadapan dengan para penulis muda yang baru saja merintis karier di jalan profesi yang sama dengannya.
Baca Juga:
Baca: Kenangan Radhar Panca Dahana: Danarto, Rendang dan Honor Lukisan
"Danarto itu sosok yang sangat suportif," kenang Leila S. Chudori saat dihubungi Tempo, Selasa 10 April 2018. Saat aktif menulis cerita pendek untuk Kompas, Leila sempat diminta Danarto untuk menulis cerita juga di majalah Zaman, tempat ia bekerja saat itu. Menurutnya, ruang menulis cerpen di zaman lebih luas dan bisa menampung tulisan dengan karakter lebih banyak. Mengapa Leila tak mencobanya? Mungkin itu bisa dianggap sebagai tawaran memperpanjang nafas menulis.
Jauh sebelum itu, Leila yang sudah aktif menulis sejak kecil sudah pernah dikenalkan dengan Danarto saat masih menulis cerita anak di majalah Kuncung, salah satunya. "Saya pernah diajak melihat pameran puisi konkret, Mas Danarto salah satu yang membuat puisi yang diungkapkan tak hanya lewat tulisan tapi juga rupa," kenang Leila.
Baca Juga:
Penulis yang juga berprofesi menjadi wartawan, Leila S. Chudori membacakan nukilan novel berjudul Pulang dalam panggung Tujuh Hari Untuk Kemenangan Rakyat di Teater Salihara, Jakarta, 18 Juli 2014. TEMPO/Nurdiansah
Lama tak berjumpa, rupanya Danarto masih mengingat Leila yang selanjutnya sudah tumbuh dewasa. Bisa dibilang Danarto ini satu dari beberapa sastrawan yang dikenal Leila di awal karier kepenulisannya.
"Saya kenalnya mungkin bedanya dengan seniman lain. Karena kenal dari kecil sudah menulis dari SD dan diberi ilustrasi para seniman yang serius," ujar Leila. Lewat seniman-seniman yang bergiat di Sanggar Bambu, Leila bertemu Danarto. Dari dulu ia sudah dikenal sebagai penulis juga pelukis.
Radhar Panca Dahana menyerahkan wayang golek dengan karakter Saini KM pada tokoh teater tersebut di malam penganugerahan Federasi Teater Indonesia 2012 di Taman Budaya, Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/1). Saini terpilih menjadi Tokoh Teater Indonesia 2012. TEMPO/Prima Mulia
Selain Leila, Radhar Panca Dahana pun termasuk sastrawan yang sudah mengenal Danarto sejak awal gairahnya masuk dunia sastra hadir. Danarto menjadi salah satu editor bagi karya-karya puisinya. Danarto pula yang menyemangatinya dan meyakinkan Radhar untuk menggunakan nama asli atas karya-karyanya ketimbang menggunakan nama pena--sebagai alat bersembunyi dari orang tua yang tak merestui keinginannya terjun ke dunia seni dan menulis.
"Dia itu sudah seperti kakak paling tua buat saya, saya masuk ke dunia sastra kebudayaan ini kan dari SMP. Waktu dia jadi redaktur di majalah Zaman kan redaktur puisinya dia. DIa yang nerima puisi saya, bikin gambar (ilustrasinya) itu dia," ucap Radhar saat ditemui di Rumah Sakit Fatmawati, Rabu dini hari, 11 April 2018.
Asma Nadia. tokoasmanadia.com
Asma Nadia, adik dari penulis Helvy Tiana Rosa ini pun termasuk penulis yang beberapa kali mendapat kesempatan untuk berdialog dan menyerap energi positif dari Danarto. Meski tak punya pengalaman atau kedekatan khusus, bagi Asma yang kala itu baru terjun menulis, mendapat semangat dari senior dan sastrawan sekelas Danarto rasanya luar biasa. "Beliau kalau didekati itu ramah, rendah hati banget, Enggak jemawa," kenang Asma sembari menahan tangis.
Pengalaman beberapa kali duduk bersama Danarto, sekadar minum teh sambil membahas karya sastra sudah memberi kesan tersendiri. Pasalnya Asma jadi menaruh hormat kepada para penulis dan sastrawan yang selalu membentangkan tangannya, merangkul para penulis muda dan menjawab pertanyaan seremeh apapun. "Buat saya ini jadi respect tersendiri terhadap sastrawan, penulis yang tak hanya hebat dalam karya tapi yang selalu menaungi, merangkul yang muda. Tak duduk di singgasananya sendiri, " tutur Asma Nadia.