TEMPO.CO, Jakarta -Sastrawan dan budayawan Radhar Panca Dahana punya kisah yang tak akan pernah ia lupa dari sosok Danarto. Akhir Ramadan tiga atau empat tahun lalu, ucapnya memulai cerita saat ditemui Tempo di ruang layanan jenazah RS. Fatmawati, Jakarta Selatan, Radhar memberi tahu anak-anaknya kalau lebaran nanti tak akan ada baju lebaran. "Bahkan untuk ketupat pun tak ada," tuturnya, Rabu dini hari 11 April 2018.
Baca: Penulis Godlob, Danarto Meninggal, Sempat Koma Pasca Kecelakaan
Baca Juga:
Uangnya tinggal Rp 65ribu, bisa dibilang saat itu kondisi perekonomian keluarganya sedang susah-susahnya. "saya kere," ujar Radhar. Tapi entah mengapa pada saat itu Radhar dan istrinya teringat kepada Danarto yang tinggal sendiri di Jakarta. Bersepakatlah pasangan suami istri tersebut untuk menggunakan uang yang ada, membuat rendang seadanya dan jadi hantaran sederhana di malam takbiran.
"Malam itu saya sama istri terkenang Danarto, Mas Dan ngapain ya? Pasti sendirian, ke sana yuk temenin dia, masak dulu pakai uang yang ada. Kami buat rendang bawa sebagai hantaran lalu ngobrol sampai tengah malam," kenang Radhar.
Saat pamit, Danarto yang saat itu hanya menggunakan kain sarung yang kerap melorot, meminta Radhar dan istrinya menunggu. Ia kembali sambil membawa amplop cukup tebal. "Aku punya nazar kalau lukisanku laku ada bagianmu," ucap Radhar meniru perkataan Danarto padanya saat itu.
Baca Juga:
Di dalam amplop itu berisi uang sebanyak lima juta. Jumlah yang tak sedikit tentunya, apalagi bagi Radhar yang saat itu hanya punya Rp65 ribu, sudah menjadi rendang yang dihantar pula. "Bayangkan bagaimana perasaan kita, saat itu datang hanya untuk bersilaturahim. Mau menemani dia, karena tahu hidup sendiri. Eh dia ada rezeki dan itu memberi memori yang sangat membekas," ujar Radhar sambil menerawang.
Artis Olivia Zalianty bersama Budayawan Radhar Panca Dahana membaca puisi di gedung Mahkamah Kontitusi (MK). TEMPO/Dasril Roszandi
Sejak saat itu cukup lama Radhar tak lagi bertemu dengan Danarto. Sempat ada kesempatan namun selewat-selewat saja, tuturnya. Awal tahun 2018 ia dan istrinya mencoba mencari tahu keberadaan seniman serba bisa tersebut. Saat berhasil dikontak, Danarto memberi pernyataan yang cukup mengagetkan. Kondisinya saat itu, ia sudah menjual rumahnya dan berkata tinggal di mana saja yang bisa ia tumpangi. Perkataan Danarto saat itu tak kalah mengagetkan, Danarto minta untuk dilupakan. "Udah lah enggak usah mencari Danarto lagi. Anggap aja Danarto sudah enggak ada," tiru Radhar.
Menurutnya, dari hasi obrolan saat itu, Danarto sempat bercerita bahwa dirinya ingin kembali melukis tapi tak bisa lantaran katarak yang ia derita. Radhar coba menghibur dan meyakinkan Danarto kalau kawan-kawan pasti akan banyak membantunya untuk bisa mengobati kataraknya sehingga Danarto bisa kembali melukis. Namun Danarto berkeras, meminta untuk dilupakan, tak usah dicari lagi. Komunikasi pun terputus sekitar dua bulan lalu.
Pada akhirnya, Radhar kembali bertemu Danarto lewat kabar kecelakaan Selasa siang kemarin. Ia turut menunggui Danarto sampai akhirnya garis lurus terpampang di monitor. Danarto berpulang.
Sepanjang ingatan dan perjalanan kariernya sebagai seorang pekerja seni, Radhar meletakkan sosok Danarto layaknya kakak tertua baginya. Danarto punya peran penting dalam proses Radhar menjadi penulis saat masih duduk di bangku SMP. Saat masih sembunyi-sembunyi menulis dari orang tuanya. Danartolah sosok yang kerap memberi dukungan dan bimbingan terhadap pengembangan karya-karyanya saat itu. Ia pun mengenang Danarto sebagai orang yang tak pernah merepotkan orang lain. Tak mau menyusahkan apalagi membagi kesusahannya. Sebaliknya, Danarto selalu berupaya menjadi orang yang menambal kesusahan orang lain. "Dia itu generous, penolong," tutur Radhar yang pernah menggunakan nama pena Reza Mortafilini dan ditulis Danarto 'Radhar Panca Dahana Reza Mortafilini' "Jadi panjang sekali nama saya waktu itu," ungkapnya terkekeh.
AISHA