Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Review: Lady Bird, Transformasi Remaja Impulsif

Reporter

Editor

Aisha Shaidra

image-gnews
Film Lady Bird, mulai tayang di bioskop Indonesia 28 Februari 2018
Film Lady Bird, mulai tayang di bioskop Indonesia 28 Februari 2018
Iklan

TEMPO.CO -Sebagai remaja, Christine (Saoirse Ronan) mengeluhkan banyak hal dalam hidupnya. Mengapa ia harus lahir dan besar di sebuah kota bernama Sacramento, California. Mengapa ia harus masuk sekolah Katolik dengan segala aturannya yang menjemukan. Dan tentunya keluhan tiada habis soal keluarganya yang kehidupan ekonominya tak membaik.

Di tahun terakhir bangku SMA, gadis remaja dengan segala emosi yang berapi-api itu ingin bisa melanjutkan kuliah ke luar California. Ia bercita-cita ingin bisa melanjutkan kuliah ke New York. Mengubah kehidupannya selama ini. Namun keinginannya tersebut tak disepakati oleh ibunya, Marion (Laurie Metcalf) yang sangat protektif.

Baca Juga:

Dalam sebuah perbincangan di mobil, Christine—yang juga membenci namanya lantas kerap menyebut dirinya lady Bird—beradu mulut dengan ibunya tersebut. Dalam kondisi emosi meluap ia pun nekad keluar dari mobil yang sedang melaju, menyebabkan tangannya mesti digips beberapa waktu.

Salah satu adegan film Lady Bird

Film Lady Bird menyorot kehidupan seorang gadis remaja di masa pubernya. Permasalahan remaja pada umumnya yang mungkin saja dialami banyak anak seusianya di luar sana. Ingin coba banyak hal, mencoba tampil beda, ngeyel. Tak ketinggalan kerap terlibat percekcokan dengan Ibu, kakak, dan ayah sebagai satu-satunya tameng yang kerap mendukung pilihannya. Juga soal kisah cinta.

Baca Juga:

Christine atau Lady Bird adalah remaja yang cukup kritis, berani, dan tentunya impulsif. Tahun terakhir SMA, semacam jadi titik balik seorang Christine ‘Lady Bird’ menuju kedewasaannya. Di usia tersebut ia mengenal dua lelaki berbeda, Danny (Lucas Hedges, Manchester by the Sea) seorang katolik taat, sosoknya sederhana, tipikal anak rumahan, yang mencuri perhatian sejak awal perjumpaan. Lalu Kyle (Timothée Chalamet, aktor muda yang sukses memukau banyak pihak lewat Call Me By Your Name) personel band, tampan, misterius, dan rebel.

Dengan dua sosok pria ini Lady Bird gagal menjalin hubungan. Lewat kisahnya dengan Danny dan Kyle, Lady Bird terlihat belajar untuk menggoda lawan jenis. Malu-malu sampai akhirnya bisa belajar mulai terang-terangan.

Hubungan dekat dengan Julie (Beanie Feldstein) pun sempat renggang karena kish cinta dan keinginan Lady Bird untuk bisa masuk ke kehidupan lebih mapan.

Hubungan Lady Bird dengan sang ibu semacam love-hate-relationship­ keduanya saling sayang dan membutuhkan, namun keduanya kerap terlibat dalam perdebatan anak yang punya keinginan dan orang tua yang melarang macam-macam. Pandangan yang realistis dari sisi sang Ibu, kerap membuat ia mementahkan segala yang Lady Bird ungkapkan.

Salah satu adegan film Lady Bird

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mau bagaimana pun saat ‘gencatan senjata’ keduanya bisa kembali berbicara, misal soal kapan Christine diizinkan melakukan hubungan dengan pacarnya, atau bagaimana kondisi keuangan keluarga. Christine masih bergantung kepada sang ibu untuk mengantar dan membelikannya gaun untuk prom night di toko serba diskon—karena kondisi ekonomi lemah.

Hubungan ibu-anak ini jadi kisah yang kuat dalam film ini. Dalam adegan pembuka dan penutup keduanya menunjukkan peralihan fase. Karakter ibu anak ini dengan sangat baik diperankan Ronan dan Metcalf.

Dialog-dialog ringan, lucu, dan satir kerap terlontar begitu natural. Juga adegan sedih yang tak berlebihan tapi bisa sukses menyentuh perasaan. Membuat banyak pihak bisa merasa dekat dengan kisah ini. Ditambah lagi cara Greta Gerwig, sutradara dan juga penulis naskah film ini mengatur latar tempat dan waktu di era awal 2000-an. Greta pun sengaja memilih latar di kota kelahirannya yaitu Sacramento, California, Amerika Serikat.

Kisah yang sederhana dan sangat mugnkin ditemui dalam kehidupan nyata ini jadi kekuatan tersendiri, sampai memboyong penghargaan Film Musikal/Komedi Terbaik di ajang Golden Globe Awards 2018. Dan beberapa hari lagi menunggu pengumuman usai masuk menjadi nominee di ajang Oscar 2018.

Sutradara: Greta Gerwig

Produser: Scott Rudin, Eli Bush, Evelyn O'Neil

Skenario: Greta Gerwig

Pemeran: Saoirse Ronan, Laurie Metcalf, Tracy Letts, Lucas Hedges, Timothée Chalamet, Beanie Feldstein, Stephen McKinley Henderson, Lois Smith

AISHA

Iklan


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada