TEMPO.CO, Bandung - Kepala Balai Bahasa Jawa Barat Sutejo mengikuti perkembangan polemik terkait dengan gerakan puisi esai. Dia mengatakan puisi esai versi tokoh survei politik, Denny JA, merupakan sastra populer atau pop. "Saya kira tidak akan lama dan berkembang, hilang dengan sendirinya," katanya.
Baca: Penyair Jawa Barat Tolak Gerakan Puisi Esai Nasional Denny JA
Genre puisi esai menurut Sutejo tidak menjadi masalah. Persoalannya ketika ada iming-iming uang Rp 5 juta bagi sastrawan yang bersedia membuat puisi esai. "Dalam konteks uang itu ada masalah. Dia akan dibayar kalau mau menulis," kata Sutejo seusai pertemuan dengan duta aktivis sastra Jawa Barat yang memprotes gerakan puisi esai nasional, Rabu, 31 Januari 2018.
Sutejo pun menilai puisi esai belum bisa dikenalkan dan dipelajari siswa sekolah. "Tidak layak masuk ke sekolah karena masih kontroversial," ujarnya.
Seorang penyair di Bandung, Matdon, menunjukkan perbincangan lewat pesan teks mengenai ajakan membuat puisi esai. Dia menyebut, jika bersedia, dia akan diberi imbalan honor Rp 5 juta per puisi. "Temanya soal sosial di Jawa Barat."
Ajakan itu Matdon terima pada September-Oktober 2017 dari seseorang. Saat itu, kata dia, puisi esai versi Denny JA sudah menjadi buah bibir. Matdon lantas menolaknya.
Sastrawan, pengamat, dan aktivis sastra dan seni di Jawa Barat menyerukan penolakan proyek penulisan puisi esai. Mereka pun meminta Denny JA menghentikan gerakan puisi esai karena bisa menimbulkan suasana perpecahan di kalangan sastrawan Indonesia. Selain itu, mereka meminta pemerintah mencegah buku puisi esai sebagai bahan ajar di sekolah se-Indonesia.