TEMPO.CO, Jakarta – Seniman, Butet Kartaredjasa, untuk pertama kalinya memamerkan sekitar 90 karya seni rupa berbahan keramik bertajuk "Goro-goro: Bhineka Keramik", di Galeri Nasional Indonesia, 30 November-12 Desember 2017.
"Ini baru kali pertama saya melukis di atas keramik. Ini berbeda dengan studi seni keramik yang mempelajari tanah, pembakaran, eksperimen kekeramikan secara teknis, meriset bahan baku. Saya tidak ke situ," ujarnya, di Gedung Galeri Nasional, Jakarta, Rabu, 29 November 2017.
Butet mengatakan dia hanya menggunakan keramik sebagai pengganti kanvas dan mengikuti tahapan terciptanya warna.
Karya-karya yang dipamerkan dibuat Butet dalam waktu tiga tahun terakhir, di antaranya berupa lukisan di atas keramik berbentuk persegi, oval, piring, lempengan tak beraturan, dan kolase potongan keramik.
Patung keramik, batu bata dari bangunan kota lama Semarang, serta instalasi seni berupa bingkai pintu kayu, juga turut dipamerkan.
Sejumlah karya penuh warna tersebut merupakan kritik, dari pegiat seni teater itu, atas masalah politik, sosial, budaya, agama, serta pandangan mengenai tokoh besar, seperti Gus Dur, Jokowi, Buddha, dan Yesus.
"Tukang kritik untuk saling mengingatkan, tidak mengkritik untuk memberi solusi. Akal sehat tidak mungkin membiarkan kebrengsekan berlangsung dan diamini semua orang," katanya.
Menurut dia, kritik dalam seni budaya adalah bagian penting dari kreativitas, bahkan jika sikap kritikal hilang, maka kreativitas pun demikian.
Adapun kurator pameran, Wicaksono Adi menilai Butet menjadikan objek untuk membuka ruang refleksi atau kontemplasi diri agar dia dan orang lain dapat memandang kehidupan secara wajar, rileks, dan tidak hitam putih.
"Ini personal melihat sesuatu lebih intim. Butet Kartaredjasa melihat sesuatu ada dimensi lain, bisa begini juga bukan mengkritik terus. Lebih reflektif. Bagaimana seniman pada dirinya," ucapnya.