TEMPO.CO, Manado -Penghargaan khusus Festival Film Indonesia 2017 yakni Lifetime Achievment Award diberikan kepada sosok seorang produser perempuan Budiyati Abiyoga. Penghargaan tersebut diberikan sebagai wujud apresiasi kepada sosok yang berdedikasi dalam bidang perfilman di tanah air.
Baca: Ini Para Pemenang FFI 2017
“Hanya ada satu hal yang tak bisa dibuat oleh teknologi apa pun yaitu flash back,” tutur Budiyati kala menyampaikan pidato begitu menerima Piala Citra yang diberikan Mira Lesmana di pangung Malam Penganugerahan FFI 2017, Sabtu 11 November 2017.
Dengan rendah hati, Budiyati mengungkapkan jika ada kesempatan mengulang kembali ia ingin bisa melakukan banyak hal lebih baik di bidang film yang ia tekuni selama ini. Ia menekankan sebuah kata kunci ‘waktu’ yang menurutnya sebuah kata magis untuk menentukan sebuah jalan kehidupan. “dan kalau saya bisa flashback, saya merasa bukan apa-apa,” ujar dia.
Produser Mira Lesmana, mendapat kesempatan untuk menyampaikan sebuah pengantar berikut Piala Citra untuk Budiyati Abiyoga. Berdasarkan penuturan Mira, tangan dingin Budiyati lewat perusahaannya bernama PT Prasidi Teta Film yang didirikan pada 1983, berhasil menelurkan film-film yang sukses mendapatkan Piala Citra di ajang FFI. Di antaranya, film Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985) yang memenangi Skenario Terbaik FFI 1986, Naga Bonar (1986) sebagai Film Terbaik FFI 1987, dan Noesa Penida (1988) yang meraih tiga piala citra di FFI 1989.
Selain itu, Budiyati juga memproduksi Cinta dalam Sepotong Roti (1990) yang menjadi Film Terbaik FFI 1991 dan Piala Antemas sebagai film terlaris pada 1991-1992. Selain itu, ada film Budiyati yang pernah berjaya di internasional yakni Surat untuk Bidadari (1993) yang meraih penghargaan dari festival film Berlin dan Tokyo. Film ini dianggap sebagai awal baru perfilman Indonesia di mancanegara.
Di era 2000-an ia masih aktif memproduseri beberapa judul film seperti Iqro: Petualangan Meraih Bintang (2017), Malam Minggu Miko The Movie (2014), 23:59 Sebelum... (2013), Bahwa Cinta Itu Ada (2010), Nagabonar Jadi 2 (2007), dan Singa Karawang Bekasi (2003).
Perempuan kelahiran Sumenep, Madura, Jawa Timur pada 1 Desember 1944 itu baru aktif sebagai produser film saat sudah usia kepala tiga. Lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung itu sebelumnya sempat bekerja di Departemen Pekerjaan Umum.
Dia sempat berkarir menjadi konsultan di berbagai bidang. Pada saat yang bersamaan, Budiyati aktif menjadi penulis fiksi cerita pendek dan novel. Salah satu novel Budiyati lewat nama penanya, Prasanti diangkat menjadi film, yaitu Hati yang Perawan.