Musisi Candil saat menghadiri media gathering pertujukan musikal pendek Wayang Orang Rock Ekalaya di Jakarta, (8/1). TEMPO/Nurdiansah
TEMPO.CO, Bandung - Penyanyi solo Dian Dipa Chandra alias Candil mengaku prihatin dengan nasib musikus di Indonesia. Di tengah riuhnya ribuan penonton acara Kampung GaSS 2 bertajuk "Coklat Kita Gasspol!" di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Rabu, 19 Agustus 2015, bekas vokalis grup musik Seurieus ini mengeluhkan masih maraknya pembajakan.
"Seniman bikin lagu, lagunya dibajak, di karaoke-karaoke dimainin, tapi penciptanya tidak dapat apa-apa. Dan itu yang sangat menyedihkan buat kita di Indonesia. Padahal bikin lagu kan butuh tenaga, butuh kreativitas, biaya produksinya, dan segala macamnya," kata Candil, yang menyebut pembajak sebagai penjahat utama yang menggerogoti kesejahteraan musikus Indonesia.
Candil juga mengeluhkan sistem royalti yang belum berjalan dengan benar. Padahal pemberian royalti merupakan salah satu bentuk apresiasi kepada para musikus. "Mau pakai lagu orang enggak mikirin masalah royalti. Padahal royalti itu istilahnya inventaris dan tabungan seniman," ucap Candil setelah manggung.
Menurut dia, bisa hidup dari royalti bagi seniman di Indonesia adalah mimpi, tak seperti di luar negeri. Karya-karya emas mereka dibajak dengan sangat gampangnya.
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengandrungi hal-hal gratis menjadi salah satu penyebabnya. Candil menuturkan orang lebih senang mengunduh lagu di situs gratis daripada membeli kaset asli. Padahal, kata dia, seniman butuh dana sebagai bentuk apresiasi agar tetap bisa menciptakan musik yang bagus.
Candil bakal merilis album solonya berjudul Rockalisasi yang berisi 12 lagu. Rencananya, album itu akan dirilis September mendatang. "Lagunya ada 12, tapi belum tahu mau dikurangi atau bagaimana. Kalau dikeluarin banyak-banyak, takut dibajak lagi. Kalau sudah keluar, beli yang asli, ya," pesan Candil sambil tersenyum.